Saat Kebaikan Justru Melukai Diri Sendiri

Wed, 4 Jun 2025 04:54:12 Dilihat 44 kali Author gerbangn
Ilustrasi
Ilustrasi

 

Penulis: Martha Ayu Winarno, mahasiswa Program Studi Penerbitan (Jurnalistik), Politeknik Negeri Jakarta.

Berpikir positif sering kali dianggap sebagai kunci hidup bahagia. Kita diajarkan untuk tetap tersenyum saat sedang sedih, bersyukur meski kecewa, dan melihat sisi terang di tengah kegelapan. Nasihat seperti “jangan mengeluh, tetap semangat” atau “semua akan baik-baik saja” terdengar menenangkan, namun bisa juga menjadi beban yang tak disadari.

Di tengah tekanan untuk selalu berpikir positif, banyak orang merasa tidak punya ruang untuk jujur pada emosi mereka sendiri. Mereka takut dianggap lemah jika menunjukkan kesedihan, takut dicap negatif jika menolak permintaan, dan akhirnya memilih untuk diam, mengalah, bahkan mengorbankan diri demi terlihat “kuat dan baik”.

Fenomena ini menunjukkan bahwa berpikir positif, jika dilakukan secara berlebihan atau tanpa keseimbangan emosional, bisa menjadi sumber luka batin. Di balik senyum yang dipaksakan dan sikap ramah yang tak pernah absen, sering kali tersembunyi kelelahan yang mendalam.

 

Menjadi Baik Tanpa Sadar Disakiti

Fenomena seperti ini tidak jarang kita temui. Banyak orang tumbuh dengan keyakinan bahwa menjadi baik berarti selalu mengutamakan orang lain. Sayangnya, jika tidak disertai kesadaran dan batasan diri, kebaikan itu bisa berbalik melukai.

Dalam istilah populer, mereka dikenal sebagai people pleaser. Sederhananya, people pleaser adalah orang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain, bahkan dengan mengorbankan kebutuhannya sendiri. Psikolog A. Kasandra Putranto menjelaskan bahwa tipe ini rentan mengalami kelelahan mental karena takut mengecewakan orang lain dan merasa tidak enakan untuk menolak permintaan.

Optimisme yang Tak Terkontrol Bisa Menyesatkan

Berpikir positif memang penting. Sikap ini membantu kita bangkit dari situasi sulit, memberi harapan, dan menjaga kesehatan mental. Namun, jika digunakan secara berlebihan atau dipaksakan, berpikir positif bisa berubah menjadi bumerang. Inilah yang disebut dengan toxic positivity.

Toxic positivity adalah sikap yang mendorong kita untuk menolak emosi negatif dan hanya menerima emosi positif. Misalnya, ketika seseorang merasa sedih atau kecewa, tapi memaksakan diri untuk tetap terlihat kuat dan berkata, “Aku baik-baik saja, aku yakin kebaikan akan dibalas dengan kebaikan,”. meskipun hatinya sedang tidak baik.

Menurut Katadata, toxic positivity membuat seseorang merasa bersalah saat menunjukkan emosi negatif, padahal emosi negatif adalah bagian dari kesehatan mental yang normal. Jika terus dipendam, perasaan negatif tersebut bisa menumpuk dan memicu stres hingga depresi.

 

Budaya ‘Tidak Enakan’ dan Relasi Tidak Seimbang

Di masyarakat Indonesia, ‘nggak enakan’ sering dianggap sebagai wujud sopan santun dan kepedulian terhadap orang lain. Namun, budaya ini sering menekan individu untuk terus mengalah dan menahan emosi demi menghindari konflik.

 

Psikolog Tara de Thouars menyatakan bahwa budaya ini bisa menimbulkan tekanan sosial yang membuat seseorang merasa wajib mengorbankan diri demi kenyamanan orang lain. Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan stres, kelelahan emosional, dan relasi yang tidak sehat.

Kebaikan Tetap Perlu Batas

Terlalu sering mengatakan “iya” membuat seseorang kehilangan kendali atas waktu, tenaga, dan bahkan identitas dirinya. Inilah pentingnya personal boundaries atau batas pribadi.

People pleaser sering merasa bersalah jika tidak bisa membantu orang lain, padahal menjaga batas diri adalah bentuk empati terhadap diri sendiri. Menurut artikel di Tirto.id, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri saat gagal menyenangkan orang lain, yang pada akhirnya bisa menyebabkan kelelahan mental berkepanjangan

Solusi: Jadi Baik Tanpa Kehilangan Diri

Apakah kamu merasa terlalu mudah dimanfaatkan? Coba kenali tanda-tandanya:

•Kamu merasa bersalah setiap kali menolak permintaan.

•Orang-orang datang hanya saat mereka butuh bantuan.

•Hubungan sosial terasa berat sebelah.

•Kamu tak punya waktu atau tenaga untuk dirimu sendiri.

•Sulit membedakan antara kebaikan dan keterpaksaan.

 

Agar tetap bisa membantu tanpa merasa terpaksa, lakukan hal berikut:

1.Katakan “tidak” dengan sopan tapi tegas.

2.Tetapkan batasan waktu, tenaga, dan perhatian.

3.Evaluasi siapa saja yang layak mendapatkan bantuamu.

4.Hargai perasaanmu, bukan hanya orang lain.

5.Ingat bahwa empati untuk diri sendiri sama pentingnya.

Baja Juga

News Feed

Pencemaran Pesisir Muara Badak, Kementerian Lingkungan Hidup Siapkan Sanksi untuk Pertamina Hulu Sanga-Sanga

Sun, 8 Jun 2025 06:32

Bontang – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memastikan investigasi dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) telah…

Perbaikan Jalan Rantau Hampang–Selerong Mulai Dikerjakan, Warga Sambut dengan Antusias

Sun, 8 Jun 2025 06:23

Kutai Kartanegara – Harapan masyarakat Rantau Hampang dan sekitarnya terhadap perbaikan infrastruktur jalan akhirnya mulai terwujud. Hari ini, proses perbaikan…

Kebakaran Landa Desa Lebak Cilong, 9 Rumah Hangus Terbakar

Sun, 8 Jun 2025 01:52

Lebak Cilong, Muara Wis – Kebakaran hebat melanda RT 5 dan RT 6 Desa Lebak Cilon, Kecamatan Muara Wis, kemarin…

Pemkab Kukar dan Otorita IKN Matangkan Penataan 15 Wilayah Terdampak Delineasi IKN

Sat, 7 Jun 2025 12:55

KUTAI KARTANEGARA — Sebanyak 15 desa dan kelurahan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dipastikan masuk dalam delineasi Ibu Kota…

Apakah Jatuh Cinta Beda Agama Selalu Salah?

Sat, 7 Jun 2025 08:39

Penulis: Savitri Shalssabila, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Cinta adalah bahasa universal yang tak perlu diterjemahkan. Ia datang tanpa izin, seringkali…

Peran Cinta Positif dalam Mendorong Semangat Kuliah Mahasiswa

Fri, 6 Jun 2025 13:01

Penulis: Intan Maharani, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Dunia perkuliahan bukan hanya soal menghadapi tumpukan tugas dan ujian yang berat. Banyak…

Strategi Menguatkan Hubungan Pertemanan Lewat Energi Positif

Fri, 6 Jun 2025 12:53

Penulis: Ikke Nurul, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Pertemanan menjadi ruang aman untuk berbagi cerita, merayakan kebahagiaan, dan melewati masa sulit….

Menguatkan Citra Positif Organisasi melalui Pendekatan Public Relations Modern

Fri, 6 Jun 2025 12:05

Penulis: Ikke Nurul, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta   Citra organisasi yang kuat dibangun melalui komunikasi tulus dan hubungan dua arah…

Strategi Membangun Hubungan Positif Bagi Akdemik Siswa

Fri, 6 Jun 2025 10:51

Penulis: Intan Maharani, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Pernahkah Anda menemui siswa yang kehilangan semangat belajar, bukan karena sulitnya materi, melainkan…

Saling Menjadi Rumah Dalam Pertemanan Yang Positif

Fri, 6 Jun 2025 10:44

Penulis: Lulu Khaulia, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Dalam kehidupan yang penuh dinamika ini, setiap orang tentu membutuhkan tempat untuk merasa…

Berita Terbaru

Teknologi

Pendidikan

Visitor