Penulis: Raissa Widiawati, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta.
“Semua orang tampaknya lebih bahagia dariku. Apakah aku satu-satunya yang merasa tertinggal?”
Kalimat ini bukan cuma suara hati satu orang melainkan gema batin dari banyak pengguna media sosial yang merasa dirinya kalah, gagal, bahkan tidak cukup. Dunia digital yang dulu diciptakan untuk mendekatkan, kini perlahan bisa membuat kita merasa semakin jauh dari rasa cukup.
Namun, berpikir positif bukan tentang menolak realita atau berpura-pura kuat. Ini soal memilih untuk tetap melihat cahaya, bahkan di tengah sorotan layar yang terkadang menyilaukan.
Sejarah singkat media sosial di Indonesia
Media sosial sendiri masuk ke Indonesia pada medio 2000-an awal. Saat itu dunia teknologi komunikasi membuat inovasi dengan menghadirkan sebuah media sosial baru bernama Friendster.
Friendster berhasil menarik jutaan pengguna dengan hanya melakukan pendaftaran alamat email dan jaringan online dasar. Sejak saat itu lah media sosial mulai merebak seiring perkembangan teknologi dan dunia digital.
Antara Manfaat dan Bahaya
Media sosial memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, ia memungkinkan kita untuk terhubung dengan orang lain, mendapatkan informasi, dan mengekspresikan diri. Namun, di sisi lain, penggunaan yang berlebihan dapat memicu perasaan cemas, stres, bahkan depresi.
Menurut artikel di Kumparan, penggunaan media sosial yang tidak bijak dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Manfaat Media Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari
Media sosial kini bukan hanya tempat bersosialisasi, tapi juga sarana penting dalam berbagai aspek kehidupan. Berikut beberapa manfaat nyatanya:
Interaksi Sosial Tanpa Batas
Melalui media sosial, kita bisa terhubung dengan siapa pun di mana saja. Komentar, pesan langsung, dan forum diskusi menjadi wadah untuk berpendapat dan menjalin relasi baru. Namun, penting untuk tetap bijak saat berinteraksi agar ruang digital tetap sehat.
Sumber Informasi Cepat dan Luas
Tak perlu buku tebal berita, ilmu pengetahuan, hingga info hiburan kini bisa diakses hanya lewat ponsel. Media sosial membantu penyebaran informasi secara cepat, bahkan bisa mempercepat bantuan dalam situasi darurat.
Menemukan Komunitas yang Sesuai
Setiap orang bisa menemukan ruang berbagi sesuai minatnya. Mulai dari komunitas seni seperti di Pixiv hingga forum menulis seperti Wattpad, media sosial menghadirkan tempat bagi orang-orang yang ingin tumbuh bersama.
Hiburan dan Peluang Kreatif
Konten lucu, musik, hingga film pendek kini jadi hiburan sehari-hari. Bahkan, dengan kreativitas yang konsisten, konten bisa menjadi sumber penghasilan, membuka peluang ekonomi bagi banyak orang.
Media Pembelajaran Modern
Selama pandemi, media sosial berperan besar dalam mendukung pembelajaran daring. Melalui e-learning dan platform edukatif, pelajar tetap bisa mengakses pendidikan dari rumah.
Media sosial bukan hanya alat hiburan, tetapi bisa menjadi sarana positif jika digunakan dengan bijak dan cerdas.
Komunitas Digital: Teman yang Tak Pernah Bertatap
Banyak orang menemukan tempat pulang bukan di rumah, tapi di komunitas digital. Grup diskusi, forum curhat, ruang aman di TikTok, atau bahkan balasan di kolom komentar bisa jadi penguat ketika dunia nyata terasa sunyi.
Ruang-ruang ini menciptakan perasaan terhubung. Pew Research (2021) mencatat, 81% anak muda merasa terbantu secara emosional setelah melihat unggahan yang memberi semangat atau perspektif baru.
Kadang kita tidak butuh solusi, hanya butuh seseorang meski anonim yang bilang, “Aku juga merasakannya.”
Media Sosial Tidak Perlu Dihindari, Cukup Ditata
Jika gawai terasa melelahkan, jangan buru-buru salahkan aplikasi. Bisa jadi kita hanya belum menyusun batas yang sehat.
Tips untuk membuat media sosial lebih sehat:
Ikuti yang memberi energi, bukan yang bikin iri.
Gunakan fitur mute atau unfollow tanpa rasa bersalah.
Tetapkan waktu penggunaan: scroll sadar, bukan sekadar lewat waktu.
Ingat: yang ditampilkan di layar bukanlah kehidupan utuh seseorang.
Media Sosial dan Ujian Positivitas
Kita hidup dalam arus informasi yang deras. Di tengah banjir unggahan pencapaian orang lain, kadang sulit untuk tidak membandingkan. Penelitian dari Detik.com menunjukkan bahwa 62% anak muda merasa cemas setelah berselancar di media sosial, terutama karena tekanan untuk terlihat bahagia atau sukses.
Berpikir positif dalam konteks ini adalah kekuatan memilih menyaring konten, mematikan notifikasi, atau mengambil jeda digital ketika pikiran mulai berat.