Penulis: Ferdinand Albert Hutagalung, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta.
Dalam dunia yang serba cepat dan penuh distraksi, membangun kepercayaan dalam hubungan terasa semakin menantang. Padahal, kepercayaan adalah fondasi dari setiap hubungan yang sehat, baik itu hubungan asmara, persahabatan, maupun relasi keluarga. Namun, kepercayaan bukan sekadar soal logika atau janji-janji muluk, ia tumbuh dari ketulusan hati.
Menurut Dr. Brené Brown, seorang profesor riset di University of Houston dan pakar dalam studi tentang kerentanan dan koneksi manusia, “Kepercayaan adalah kumpulan dari ribuan tindakan kecil yang dilakukan sepanjang waktu.” Artinya, kepercayaan tidak dibangun dalam semalam, melainkan melalui konsistensi dan empati yang ditunjukkan secara tulus dari hati ke hati.
Bukan Sekadar Bicara, Tapi Merasa
Banyak orang berpikir bahwa kepercayaan dapat dibangun hanya dengan berkata jujur. Tapi hati manusia bekerja lebih dalam. Saat seseorang benar-benar merasa didengar, dipahami, dan dihargai, itulah momen di mana kepercayaan mulai tumbuh. Hati yang saling terbuka memungkinkan hadirnya ruang aman untuk berbagi, tanpa rasa takut dihakimi atau dikhianati.
Dalam bukunya The Science of Trust, psikolog John Gottman menjelaskan bahwa kepercayaan terbentuk dari serangkaian “momen kepercayaan”. Saat di mana seseorang memilih untuk hadir dan merespons kebutuhan emosional pasangannya. “Trust is built in very small moments,” tulis Gottman. Ketika kita memilih untuk merangkul pasangan yang sedang rapuh, bukannya menjauh, kita sedang memberi sinyal bahwa hati kita layak dipercaya.
Salah satu kunci membangun kepercayaan adalah kehadiran. Bukan sekadar berada di dekat secara fisik, tapi hadir secara emosional. Ketika seseorang merasa didengar, dipahami, dan tidak diabaikan, perasaan percaya akan tumbuh dengan sendirinya.
Dalam hubungan yang tulus, kita tidak perlu menyembunyikan rasa sedih atau kecewa. Justru dengan saling menunjukkan sisi rapuh, hubungan menjadi lebih kuat. Hati yang terbuka akan membuat dua orang saling merasa aman dan saling menjaga.
Tak perlu janji-janji manis atau usaha berlebihan. Kepercayaan dibangun dari hal-hal kecil yang dilakukan dengan tulus. Kejujuran, konsistensi, dan rasa hormat adalah pondasi utamanya. Tidak ada yang lebih meyakinkan daripada sikap yang konsisten dan hati yang jujur.
Ketulusan juga berarti berani mengakui kesalahan. Tak ada hubungan yang sempurna. Tapi saat kita bisa saling memaafkan dan belajar dari kesalahan, di situlah kepercayaan makin kuat.
Sering kali, hati lebih peka dari pikiran. Kita tahu saat seseorang bersikap tulus atau berpura-pura. Itulah mengapa membangun kepercayaan lewat hati jauh lebih bertahan lama dibanding membangun citra lewat kata-kata.
Hati yang ikhlas akan menumbuhkan hubungan yang saling menghargai dan penuh rasa aman. Tak perlu terburu-buru. Percayalah, ketika sesuatu dibangun dengan hati, hasilnya akan jauh lebih bermakna.
Mengatasi Luka Lama
Tak sedikit orang yang kesulitan percaya karena pernah disakiti. Luka dari masa lalu bisa membuat hati menutup diri dan enggan membuka ruang baru bagi siapa pun. Namun, justru lewat kehadiran yang sabar dan tulus, kepercayaan bisa perlahan dipulihkan.
Tidak perlu terburu-buru. Kepercayaan tidak memaksa; ia memberi waktu. Saat seseorang merasa bahwa dirinya diterima sepenuhnya, termasuk dengan segala lukanya, proses penyembuhan akan berjalan alami. Maka, jangan buru-buru meminta dipercaya. Tunjukkan dulu bahwa kamu layak dipercaya, bukan dengan banyak bicara, tetapi dengan hadir secara konsisten.
Kepercayaan bukan hanya soal “kamu mempercayaiku”, tapi juga “aku menjaga kepercayaan itu dengan sepenuh hati.” Hubungan yang sehat adalah hubungan dua arah, di mana keduanya merasa bertumbuh dan saling mendukung. Dalam hubungan seperti ini, kepercayaan menjadi semacam jaring pengaman—yang menjaga keduanya tetap dekat, bahkan ketika sedang ada jarak atau perbedaan pandangan.
Saling jaga artinya tidak membocorkan rahasia, tidak mempermainkan perasaan, dan tidak mengabaikan ketika pasangan sedang membutuhkan dukungan emosional. Kepercayaan seperti ini membuat hubungan terasa nyaman dan aman, seperti pulang ke rumah setelah hari yang panjang.
Hati yang Tumbuh Bersama
Setiap hubungan punya pasang surutnya. Tapi jika ada kepercayaan, segala rintangan bisa dihadapi bersama. Karena kepercayaan membuat kita yakin: apa pun yang terjadi, kita tetap saling menjaga.
Membangun kepercayaan lewat hati bukan tentang kesempurnaan, tapi tentang perjalanan dua hati yang saling belajar memahami, menerima, dan memperbaiki. Hati yang tumbuh bersama akan menciptakan ruang yang luas bagi cinta, pengertian, dan kesetiaan.
Kepercayaan bukan hadiah, tapi hasil dari proses. Ia tidak datang dari kata-kata manis, melainkan dari ketulusan yang terasa. Bangunlah hubungan dengan hati—dengan hadir saat dibutuhkan, jujur saat sulit, dan tetap bertahan ketika keadaan tidak sempurna. Karena di situlah letak keindahan kepercayaan: tumbuh pelan-pelan, tapi menguatkan sampai kapan pun.