TARAKAN – Lembaga Pemuda Adat Dayak Kalimantan (LPADKT) DPC Tarakan menyatakan penolakan tegas terhadap program transmigrasi yang dicanangkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Transmigrasi ke wilayah Kalimantan.
Ketua DPC LPADKT Kota Tarakan, Robinson Usat, menyampaikan bahwa pihaknya bersama sejumlah organisasi masyarakat (ormas) dan paguyuban lainnya telah sepakat untuk menolak kehadiran program transmigrasi tersebut di Kalimantan. Penolakan ini akan disuarakan melalui aksi demonstrasi yang direncanakan berlangsung di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, yang merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
“Kita lagi komunikasi satu sama yang lain mau mengadakan yang namanya penolakan itu, aksi demo di ibu kota Provinsi Kaltara, mungkin dalam waktu dekat 2 atau 3 hari ke depan ini pelaksanaannya,” ungkap Robinson saat dikonfirmasi, Senin (28/7/2025).
Aksi unjuk rasa ini diperkirakan akan diikuti oleh sekitar 16 ormas dan paguyuban dari berbagai wilayah di Kaltara. Mereka berharap Gubernur Kaltara turut hadir untuk mendengarkan langsung tuntutan masyarakat agar program transmigrasi tersebut dibatalkan.
Robinson menjelaskan, terdapat beberapa alasan mendasar penolakan terhadap program transmigrasi. Salah satunya adalah kondisi masyarakat lokal yang hingga kini masih banyak belum memiliki rumah dan tanah. Oleh karena itu, menurutnya, prioritas seharusnya diberikan kepada masyarakat lokal melalui skema *transmigrasi lokal*, bukan mendatangkan penduduk dari luar daerah.
“Terus kedua, masyarakat kita di sini pun belum punya rumah, belum punya tanah, banyak yang belum punya. Kenapa tidak diberlakukan semacam transmigrasi lokal. Misalnya seperti penduduk Tarakan ini kan banyak harusnya diarahkan kesana, transmigrasi lokal lah,” tegasnya.
Ia juga menyoroti fakta bahwa banyak peserta program transmigrasi yang setelah menerima tanah, rumah, dan sertifikat, justru menjualnya dan kembali ke daerah asal.
“Jarang kita lihat yang transmigrasi itu seutuhnya mereka mau berdiam diri di sini. Masih banyak penduduk kita sampai sekarang belum punya rumah dan tanah, masa dari luar disiapkan,” beber Robinson.
Menurutnya, penolakan terhadap program ini bukan hanya terjadi di Kalimantan Utara, tetapi juga disuarakan oleh masyarakat di berbagai provinsi lain di Kalimantan. Penolakan ini murni terhadap program, bukan terhadap individu atau kelompok suku tertentu.
“Kita tidak pernah namanya itu menolak suku manapun. Contoh saat ini mereka datang hijrah cari kerjaan di daerah kita ini, tidak ada larangan buat mereka, siapapun. Kecuali hijrahnya dengan program pemerintah seperti ini,” jelasnya.
Robinson menyampaikan kekecewaan karena penduduk lokal yang masih berjuang untuk memiliki tanah dan rumah harus menyaksikan warga dari luar daerah justru menerima bantuan fasilitas secara cuma-cuma melalui program transmigrasi.
LPADKT menegaskan bahwa mereka akan terus menyuarakan penolakan ini hingga pemerintah mengevaluasi dan membatalkan program transmigrasi yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat Kalimantan.