Kutai Kartanegara -Suasana haru dan penuh suka cita menyelimuti Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Tenggarong pada Minggu (17/8/2025).
Di tengah gegap gempita peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, ribuan warga binaan mendapat kado istimewa dari negara berupa pengurangan masa hukuman atau remisi.
Dari total 1.511 penghuni lapas, tercatat sebanyak 901 orang memperoleh remisi umum, 1.054 orang menerima remisi dasawarsa, dan 12 orang di antaranya langsung menghirup udara bebas setelah bertahun-tahun mendekam di balik jeruji.
Suasana menjadi semakin emosional ketika nama-nama penerima remisi bebas dibacakan, disambut sorak sorai dan pelukan haru dari rekan sesama warga binaan.
Kepala Lapas Kelas IIA Tenggarong, Suparman, menegaskan bahwa pemberian remisi bukanlah hak yang bisa diperoleh begitu saja, melainkan sebuah penghargaan negara bagi warga binaan yang menunjukkan perilaku baik dan konsisten menjalani program pembinaan.
“Remisi diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap warga binaan yang mampu mengubah diri, patuh pada aturan, serta memenuhi syarat administratif yang ditentukan. Ini adalah bagian penting dari upaya pemasyarakatan untuk mengembalikan mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif,” jelasnya dilansir dari Kaltimtoday.co.
Suparman menambahkan, pemberian remisi ini dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia sebagai agenda rutin peringatan Hari Kemerdekaan.
Namun tahun ini terasa lebih spesial karena bertepatan dengan momentum 80 tahun Indonesia merdeka, sehingga menjadi pengingat bagi seluruh warga binaan akan arti kebebasan dan tanggung jawab setelah kembali ke masyarakat.
Momentum Kebebasan dan Harapan Baru
Acara penyerahan remisi di Lapas Tenggarong dihadiri langsung oleh Bupati Kutai Kartanegara, Aulia Rahman Basri.
Kehadirannya memberikan makna lebih bagi para warga binaan.
Dalam sambutannya, Aulia menegaskan bahwa proses pembinaan di dalam lapas tidak boleh dipandang sebelah mata.
Menurutnya, lapas bukan sekadar tempat menjalani hukuman, melainkan juga ruang transformasi untuk memperbaiki diri.
“Banyak karya luar biasa lahir dari dalam lapas ini. Mulai dari kerajinan tangan, ukiran kayu, hingga produk roti dan kue yang kualitasnya tidak kalah dengan produksi di luar. Itu semua adalah bukti nyata bahwa warga binaan memiliki semangat untuk kembali bangkit, mandiri, dan produktif,” ujar Aulia.
Ia berharap pemberian remisi tidak hanya dimaknai sebagai pengurangan masa hukuman, tetapi juga sebagai momentum motivasi. “Kemerdekaan sejati adalah ketika seseorang mampu melepaskan diri dari kesalahan masa lalu, lalu berani melangkah menata hidup yang lebih baik,” tambahnya.
Bagi 12 orang yang dinyatakan langsung bebas, hari itu menjadi titik balik yang penuh makna.
Mereka meninggalkan lapas dengan mata berbinar, membawa bekal pengalaman sekaligus tekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang pernah menyeret mereka ke balik jeruji.
Remisi sebagai Bagian dari Sistem Pemasyarakatan
Program remisi telah lama menjadi bagian dari sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Tujuannya tidak sekadar mengurangi beban lapas yang kerap mengalami kelebihan penghuni, tetapi lebih pada aspek rehabilitasi sosial.
Dengan adanya remisi, warga binaan didorong untuk terus berkelakuan baik, mematuhi tata tertib, dan aktif mengikuti program pembinaan.
Di Lapas Tenggarong sendiri, berbagai program pembinaan terus digalakkan.
Mulai dari pelatihan keterampilan kerja, pendidikan keagamaan, hingga kegiatan olahraga dan seni. Semua itu dirancang agar warga binaan memiliki bekal yang cukup saat kembali ke masyarakat.
Suparman menyebut, keberhasilan program pembinaan sangat bergantung pada komitmen warga binaan itu sendiri. “Kami di lapas hanya menyediakan wadah dan fasilitas. Yang terpenting adalah kemauan dari dalam diri mereka untuk berubah. Remisi ini adalah salah satu cara negara mendorong mereka untuk tetap menjaga komitmen tersebut,” katanya.
Peringatan Kemerdekaan dengan Makna yang Lebih Dalam
Pemberian remisi setiap tanggal 17 Agustus sesungguhnya sarat makna. Jika kemerdekaan bangsa diraih dengan perjuangan dan pengorbanan, maka remisi menjadi simbol kemerdekaan pribadi bagi warga binaan yang berusaha memperbaiki diri.
Bupati Aulia menekankan pentingnya dukungan masyarakat setelah warga binaan kembali ke luar.
“Kita semua harus membuka pintu dan memberi kesempatan. Jangan lagi menutup ruang bagi mereka yang sudah menebus kesalahan. Justru kita harus merangkul agar mereka benar-benar bisa hidup normal dan berkontribusi positif,” pesannya.
Momen HUT RI ke-80 ini akhirnya menjadi pengingat bahwa kemerdekaan bukan sekadar perayaan, melainkan kesempatan untuk menata hidup lebih baik.
Bagi warga binaan Lapas Tenggarong, remisi yang mereka terima adalah simbol harapan baru, lembaran putih untuk menuliskan kisah hidup yang berbeda.