Kalimantan Timur -Kerusakan yang terjadi pasca aksi demonstrasi di gedung DPRD Kalimantan Timur dipastikan tidak akan diperbaiki dalam waktu dekat.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menegaskan bahwa saat ini tidak ada alokasi anggaran yang bisa dipakai untuk memperbaiki fasilitas yang terdampak aksi massa.
Menurut Hasanuddin, pagar gedung yang sempat menjadi sorotan masyarakat sebenarnya tidak mengalami kerusakan serius, melainkan hanya tampak kotor. Karena itu, pihaknya memutuskan bahwa perbaikan tidak menjadi prioritas.
“Pagar ini kelihatan kotor, bukan rusak. Jadi kemungkinan hanya akan dibersihkan. Untuk perbaikan, tidak ada alokasinya,” ujarnya usai meninjau kondisi gedung DPRD Kaltim di Samarinda.
Hasanuddin menjelaskan, DPRD Kaltim saat ini tengah menghadapi keterbatasan anggaran. Beberapa kegiatan rutin dewan yang sebelumnya dijadwalkan lebih dari sekali dalam sebulan kini terpaksa dipangkas.
Ada kegiatan yang biasanya tiga kali, hanya dijalankan sekali. Begitu pula kegiatan dua kali, dipadatkan menjadi sekali.
Kebijakan pemangkasan tersebut disebut sebagai langkah efisiensi. “Kita harus melakukan pengurangan agar semua bisa jalan. Beberapa program prioritas tetap harus dilaksanakan, meski dengan penyesuaian jumlah kegiatan,” tegas Hasanuddin.
Meski alasan efisiensi dapat dipahami, publik mempertanyakan mengapa DPRD Kaltim tidak memiliki pos dana darurat untuk mengantisipasi kerusakan akibat peristiwa tak terduga, seperti demonstrasi.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat, gedung DPRD bukan hanya kantor, tetapi juga simbol negara di daerah.
“Jika anggaran perbaikan tidak tersedia, bagaimana DPRD menjamin kelayakan fasilitas publik yang menjadi simbol perwakilan rakyat?” begitu salah satu pertanyaan yang mengemuka.
Pertanyaan lain yang muncul adalah apakah keputusan untuk tidak memperbaiki kerusakan tersebut sudah melalui pembahasan kolektif bersama seluruh anggota dewan, atau hanya keputusan pimpinan semata.
Transparansi proses pengambilan keputusan ini dinilai penting agar masyarakat tidak menilai DPRD bertindak sepihak.
Pasca pernyataan Hasanuddin, respons publik pun beragam. Ada yang menilai pagar kotor hanyalah masalah sepele yang tidak perlu menguras anggaran.
Namun, ada pula yang menganggap bahwa kondisi tersebut bisa menurunkan wibawa lembaga jika tidak segera ditangani.
Bagi sebagian masyarakat, pagar kotor memang tampak sederhana, tapi ia adalah bagian dari wajah institusi. Ketika pagar itu dibiarkan, muncul kesan bahwa DPRD tidak serius menjaga simbol kelembagaan yang mewakili rakyat Kalimantan Timur.
Selain kritik soal dana darurat, muncul pula wacana alternatif: bagaimana jika anggota DPRD melakukan iuran pribadi untuk memperbaiki fasilitas yang rusak?
Bagi masyarakat, gagasan ini masuk akal. Gedung DPRD adalah tempat kerja sekaligus rumah besar rakyat yang dipakai oleh para wakilnya.
Jika pemerintah daerah tidak memiliki dana cadangan, iuran bisa menjadi langkah simbolis yang menunjukkan kepedulian.
Lebih jauh, inisiatif ini juga akan memperlihatkan bahwa DPRD tidak hanya bergantung pada anggaran daerah, tetapi juga rela berkorban demi menjaga marwah lembaga.
Apalagi, perbaikan yang dibutuhkan bukanlah renovasi besar, melainkan penanganan kerusakan ringan pasca aksi massa.
Meski menuai kritik, Hasanuddin tetap menegaskan bahwa fokus utama DPRD Kaltim adalah menjalankan program prioritas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Pemangkasan jumlah kegiatan menurutnya adalah konsekuensi logis dari keterbatasan anggaran yang ada.
Namun, publik tetap menunggu langkah konkret dari DPRD. Efisiensi memang penting, tetapi menjaga simbol kelembagaan juga tidak kalah vital.
Sebab, citra lembaga di mata rakyat bisa terpengaruh bukan hanya oleh kinerja program, tetapi juga dari hal-hal sederhana seperti kondisi gedung yang layak dan terawat.
Kerusakan pasca demo di DPRD Kaltim memang tidak bersifat fatal, namun keputusan untuk tidak melakukan perbaikan memunculkan dilema baru. Di satu sisi, DPRD ingin menjaga efisiensi anggaran dan tetap melaksanakan program prioritas.
Di sisi lain, publik menuntut adanya tanggung jawab moral dalam merawat fasilitas lembaga negara.
Pertanyaan publik soal absennya dana darurat dan wacana iuran anggota dewan kini menjadi catatan penting
Bukan semata tentang pagar kotor, tetapi tentang sejauh mana DPRD Kaltim mampu menjaga martabat lembaga yang seharusnya merepresentasikan rakyat.