Kalimantan Timur -Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dipastikan akan menghadapi masa sulit terkait transfer dana dari pemerintah pusat.
Gubernur Kaltim, H. Rudy Mas’ud, mengaku tidak bisa berbuat banyak menyikapi pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) yang nilainya diperkirakan mencapai 50 persen.
Rudy mengatakan, kondisi fiskal nasional yang sedang menurun membuat pemerintah pusat mengambil langkah penghematan, termasuk memangkas alokasi transfer ke daerah.
Situasi ini, menurutnya, bukan hanya dialami Kaltim, melainkan juga seluruh daerah di Indonesia.
“Jadi kalau kita protes nggak mungkin. Kita berdoa semoga ekonomi Indonesia segera pulih,” ujar Rudy kepada katakaltim saat ditemui di Kota Bontang, Jumat (5/9/2025) malam.
Transfer Daerah Turun Drastis
Politisi Golkar tersebut menjelaskan, pada 2024 lalu, pemerintah pusat menyalurkan dana transfer ke seluruh daerah sebesar Rp919 triliun.
Namun di tahun 2025, jumlah itu dipangkas signifikan menjadi sekitar Rp650 triliun. Artinya terdapat pengurangan hingga ratusan triliun rupiah.
Rudy menegaskan, pemotongan tersebut tidak hanya berdampak bagi daerah penghasil seperti Kaltim, tetapi juga bagi provinsi lain yang mengandalkan transfer dana pusat untuk membiayai belanja daerahnya.
“Dan 2025 ini transfer ke (semua) daerah itu kurang Rp1 miliar mencapai Rp650 triliun,” lanjutnya.
Berdasarkan diskusi internal DPRD Kaltim, pemangkasan dana yang diterima provinsi ini bisa mencapai Rp5 triliun. Ketua DPRD Kaltim,
Hasanuddin Mas’ud, sebelumnya menyampaikan bahwa pengurangan tersebut akan sangat memengaruhi kemampuan daerah dalam menjalankan berbagai program pembangunan.
Besarnya potensi pemangkasan ini tentu akan berdampak pada sejumlah sektor strategis, mulai dari pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, hingga program-program prioritas daerah.
Apalagi Kaltim selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil sumber daya alam terbesar di Indonesia, terutama batu bara dan migas, yang turut menyumbang pundi-pundi besar bagi kas negara.
Dengan adanya pemangkasan DBH, kemampuan fiskal daerah otomatis ikut tertekan. Pemerintah provinsi harus melakukan penyesuaian terhadap rencana belanja agar tidak menimbulkan defisit anggaran yang lebih besar.
Rudy Mas’ud menekankan, pemerintah daerah hanya bisa berharap agar kondisi perekonomian nasional segera membaik sehingga transfer ke daerah dapat kembali normal.
Ia menyebut, pemangkasan kali ini semestinya hanya bersifat sementara dan tidak berlangsung lama.
“Semoga Indonesia segera pulih dan negara punya dana untuk bisa kembali melakukan transfer secara normal, khususnya di daerah penghasil,” tandas Gubernur.
Menurutnya, keberlangsungan pembangunan di daerah sangat tergantung pada alokasi dana dari pusat. Jika pemangkasan berlangsung terlalu lama, maka akan muncul tantangan besar dalam menjaga stabilitas fiskal dan kelanjutan program pembangunan.
Pemangkasan dana transfer pusat ini terjadi di tengah tekanan ekonomi nasional yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi serta gejolak ekonomi global.
Pemerintah pusat berupaya menekan pengeluaran agar defisit anggaran tidak semakin melebar. Salah satu langkah yang ditempuh adalah mengurangi transfer dana ke daerah, termasuk DBH dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Di sisi lain, daerah penghasil seperti Kaltim kerap menyuarakan agar pemerintah pusat lebih memperhatikan kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional.
Pasalnya, sebagian besar pendapatan negara dari sektor energi dan sumber daya alam berasal dari provinsi-provinsi penghasil, namun dana yang kembali ke daerah sering kali dianggap belum sepadan.
Meski demikian, Rudy Mas’ud memilih sikap realistis dan pasrah dengan keputusan pusat. Ia menilai, kondisi fiskal nasional saat ini memang tidak memungkinkan untuk melakukan transfer dengan jumlah penuh seperti sebelumnya.
Bagi pemerintah daerah, jalan tengah yang bisa ditempuh adalah melakukan penyesuaian belanja, memprioritaskan program yang benar-benar penting, serta mencari sumber pendapatan alternatif di luar transfer pusat.
Sementara itu, DPRD Kaltim diharapkan dapat memperkuat fungsi pengawasan terhadap penggunaan anggaran, agar setiap rupiah yang ada benar-benar digunakan secara efektif.
Dengan begitu, dampak dari pemangkasan bisa diminimalisir dan program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat tetap berjalan.
Pemangkasan DBH hingga 50 persen jelas menjadi pukulan berat bagi daerah, termasuk Kaltim. Namun, Gubernur Rudy Mas’ud menegaskan bahwa pemerintah provinsi akan tetap berupaya menjaga stabilitas pembangunan dengan segala keterbatasan yang ada.
Situasi ini sekaligus menjadi ujian bagi daerah untuk semakin kreatif dalam menggali potensi lain di luar ketergantungan pada transfer pusat. Harapannya, ketika ekonomi nasional pulih, alokasi dana kembali normal dan pembangunan di daerah penghasil bisa berjalan lebih optimal.