GERBANG NUSANTARA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset terus menjadi sorotan publik sebagai salah satu instrumen hukum penting dalam upaya pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di Indonesia.
RUU ini merupakan tindak lanjut dari mandat setelah Indonesia meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Gagasan mengenai regulasi ini pertama kali muncul pada 2009 dan mulai dirancang pada 2012.
Berbeda dengan mekanisme yang ada selama ini, RUU Perampasan Aset memungkinkan perampasan aset hasil tindak pidana tanpa harus menunggu putusan pidana. Regulasi ini juga menegaskan bahwa perampasan tidak menghapus kewenangan penuntutan terhadap pelaku kejahatan.
Aset yang dapat dirampas melalui RUU ini mencakup hasil tindak pidana secara langsung maupun tidak langsung, aset yang dialihkan atau dikonversi menjadi kekayaan pribadi maupun korporasi, aset pengganti milik pelaku, hingga aset yang tidak seimbang dengan penghasilan sah dan tidak dapat dibuktikan asal-usulnya.
Adapun keuntungan dari pemberlakuan RUU Perampasan Aset sangat signifikan. Selain mempercepat upaya pemulihan kerugian keuangan negara, aturan ini juga mendorong pengelolaan aset rampasan secara lebih profesional, transparan, dan akuntabel. Aset yang berhasil dirampas dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, termasuk melalui lembaga khusus di bawah kementerian yang berwenang.
RUU ini juga diyakini mampu menutup celah penyalahgunaan aset kejahatan, mengurangi motif ekonomi tindak pidana, sekaligus menyediakan dana tambahan yang dapat digunakan untuk memperkuat program pemberantasan kejahatan di tanah air.