Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah intrumen vital yang terpenting dalam kehidupan bangsa dan negara, ia bukan sekadar angka yang banyak, bukan sekedar nominal yang banyak, bukan sekadar tentang belanja negara, melainkan cerminan dan patokan arah kebijakan pembangunan, cita – cita nasional, dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. APBN inilah yang juga bisa menentukan nasib daripada masyarakat Indonesia sendiri, kalau dikelola dengan baik dan berorientasi kepada rakyat pasti APBN yang dikeluarkan bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat.
Dalam pembahasan APBN maupun persetujuan dari RAPBN yang diajukan oleh presiden berada ditangan DPR RI, pasal 23 UUD 1945 sudah memberikan penegasan dalam menempatkan DPR dalam posisi strategis, ini termasuk dalam fungsi anggaran DPR itu sendiri yang mencakup : 1. Membahas dan menyetuji RAPBN bersama presiden, 2. Menetapkan prioritas belanja negara, 3. Menyetujui perubahan APBN dalam kondisi tertentu, 4. Mengawasi pelaksanaan APBN. Hal ini menunjukkan prinsip check and balances antara eksekutif dan legislatif dalam tata kelola keuangan negara, semua saling memegang perannya masing – masing.
Semua akan berjalan dengan lancar jika masing – masing lembaga menjalankan tugasnya dengan jujur dan berorientasi kepada rakyat, tapi realitas yang terjadi sekarang DPR lebih sibuk menyetujui daripada mengawasi RAPBN maupun APBN, yang seharusnya dilakukan begini tapi kenyataannya tidak begini, banyak yang sudah bengkok dari jalan yang lurus. Realitas yang terjadi saat ini dan kebanyakan yang dilihat oleh masyarakat adalah proses pembahasan RAPBN yang berlangsung dengan pola yang sama seperti halnya presentasi lalu tanggapan dan diakhiri menjadi persetujuan, disini bisa kita lihat polanya ialah hanya formalitas belaka saja fungsi anggaran yang dijalankan oleh DPR.
Dari pengalaman sebelum – sebelumnya, masyarakat sudah menjadi resah atas anggaran belanja yang tidak memprioritaskan apa yang diperlukan pada saat itu seperti pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar, menurut saya ini adalah suatu pemborosan dalam belanja negara maupun bukan belanja negara, masalahnya presiden kita saat ini lebih mementingkan aspek pertahanan, oke kita bisa masuk dilogika kenapa presiden kita lebih mengutamakan pertahanan karena beliau berlatarbelakang militer, tapi apakah itu bisa diterima oleh masyarakat Indonesia?apakah kebermanfaatannya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia saat itu, tidak ada salahnya mau memprioritaskan aspek manapun tapi lihatlah keaadaan sekarang, analisis keaadaan sekarang, apa yang diperlukan, apa yang dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Banyak dampak yang terjadi akibat lemahnya pengawasan negara seperti program pemerintah yang tidak tepat sasaran namun tetap lolos dipembahasan DPR, seperti bansos yang banyak tidak menargetkan masyarakat yang membutuhkan, korupsi akan semakin lebar dan jalan lebar korupsi akan terbuka seiring berjalannya waktu, setiap tahun beban utang negara bertambah tanpa disadari oleh masyarakat yang seharusnya DPR bisa membatasi, dan yang paling berdampak ialah DPR hanyalah lembaga formalitas yang berdiri diatas kepentingan – kepentingan tanpa memerdulikan masyarakat. Menurut saya kenapa ini terjadi karena sekarang prinsip check and balances tidak lagi berjalan dengan lancar, antara eksekutif dan legislatif kebanyakan adalah produk dari KOALISI INDONESIA MAJU (KIM+), ini sangat berpengaruh dan membawa stigma buruk terhadap prinsip check and balaces yang tidak berjalan sesuai dengan idealisnya.
Dari sini saya simpulkan bahwa fungsi anggaran DPR sudah hilang rohnya dan perlu adanya penegasan kembali, tamparan kembali terhadap DPR RI kepada tugasnya mereka sebagai pengawas dan tidak ada koalisi – koalisi dalam pengawasan dan tegakkan profesionalisme dalam bekerja. Semua akan berubah jika kita memiliki sosok perwakilan yang benar – benar menjaga idealisme nya, serta banyak yang perlu dirombak di negara ini terutama dari partai politik yang juga merupakan kelompok penekan. Dan yang terpenting perlu adanya transparansi dalam pembahasan RAPBN guna mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga yang dianggap formalitas belaka.