Penulis: Duwi Hadi Siswoyo, Mahasiswa Universitas Mulawarman
Pajak merupakan salah satu dari sekian banyaknya sumber pendapatan negara yang di mana pajak dapat diartikan sebagai pungutan wajib oleh negara kepada rakyat yang berkaitan dengan segala macam bentuk proses transaksi baik jual ataupun beli, yang di mana pajak ini bersifat mengikat atau wajib sehingga bilamana kita baik disengaja ataupun tidak sengaja tidak membayar pajak tentunya terdapat konsekuensi yang menanti,
Namun sadar ataupun tidak sadar, di dalam kehidupan kita sehari-hari hampir terselip pajak seolah-olah dari saat kita membuka mata saat kita bangun tidur sampai kita menutup mata lagi untuk tidur kita tidak bisa terlepas dari pajak, di saat kita mengingat beberapa waktu lalu di saat ibu Sri Mulyani masih menjabat sebagai menteri keuangan, Di saat daya beli masyarakat sedang menurun karena kondisi ekonomi yang sedang merosot, pemerintah justru meningkatkan rasio pajak di berbagai lini terutama di sektor pajak bumi bangunan yang di beberapa daerah meroket sampai ribuan persen, seperti yang terjadi di wilayah lokal sendiri di daerah Balikpapan sendiri sempat di beritakan pajak yang awalnya masih dalam kisaran ratusan ribu di tahun sebelumnya meroket tajam menjadi hampir sepuluh juta rupiah yang di mana pemerintah seolah-olah belum puas melihat rakyat yang terkepung dan tercekik oleh pajak, bahkan pemerintah mulai menargetkan para pelaku usaha mikro seperti pedagang kaki lima dan pemilik toko kelontong yang di mana pemerintah menganggap mereka sebagai pelaku shadow economy karena selama ini luput dari direktorat pajak
Dari laporan keuangan negara kemarin pun terpampang jelas kalau pendapatan terbesar negara berasal dari sektor pajak yang menduduki urutan teratas, dari situ muncul pertanyaan di benak kita apakah memang negara hadir hanya untuk memunguti pajak dari rakyatnya? Mengingat bahkan sepertinya negara gagal untuk mencari pendapatan yang lebih manusiawi dari pajak, padahal kita lihat sendiri bagaimana BUMN menguasai berbagai sektor perdagangan maupun industri di Indonesia, namun nyatanya BUMN malah seolah-olah berlomba-lomba untuk melaporkan keuangan mereka sedang merugi, hal ini menunjukkan sebenarnya bukan kerugian yang di alami BUMN melainkan transparansi yang nihil seolah-olah BUMN selalu merugi setiap tahun, namun nyatanya tindakan tegas untuk menangani permasalahan ini masih tidak jelas, bahkan di saat pihak BUMN melaporkan kerugian bukannya teguran atau peringatan yang di terima justru malah suntikan dana yang didapat sehingga tidak mengherankan kalau banyak BUMN selalu melaporkan bahwa mereka merugi agar suntikan dana tetap mengalir deras sehingga BUMN yang seharusnya didirikan untuk menguntungkan negara justru malah menjadi benalu di keuangan negara
Dan lebih daripada sumber keuangan negara yang di mana pajak seperti menjadi sumber utama keuangan negara, yang lebih miris lagi adalah transparansi mengenai ke mana alokasi pajak selama ini yang seolah olah menjadi rahasia negara yang harus ditutup rapat-rapat. Di saat masyarakat terus diperas dengan pajak dari berbagai lini, bukannya pembangunan yang semakin maju justru malah kekayaan para pejabat dan penguasa yang semakin meningkat yang di mana pemungutan pajak di Indonesia dititik beratkan kepada rakyat dengan menuntut rakyat untuk selalu melaporkan pajak mereka dan di waktu yang bersamaan orang-orang yang memiliki power justru malah diberi akses untuk mereka bisa terbebas dari pajak seperti yang di sampaikan oleh Media Wahyudi Askar beberapa waktu lalu sehingga yang tentunya hal ini dapat mengakibatkan yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin akan menjadi semakin miskin. Oleh karena itu rasanya perlu untuk dilakukannya reformasi di bidang perpajakan agar sistem perpajakan di Indonesia menjadi lebih adil dan transparan