Penulis: Alif Arrafi Wahyudi, Mahasiswa Universitas Mulawarman
PNBP atau Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah instrumen atau alat yang dimiliki negara untuk memaksimalkan pendapatan negara selain dari pajak. Sebagian besar orang akan berpikir bahwa pendapatan negara hanya berasal dari pajak saja tetapi ada pendapatan yang berasal dari bukan pajak yaitu PNBP. Dapat digambarkan dalam kehidupan bahwa PNBP seperti uang sangu yang diberikan orang tua kepada anaknya. Sementara pajak merupakan gaji pokok utama yang menjadi penghasilan utama si anak. Dikutip dari beberapa sumber yang menjadi rujukan, penerimaan negara bukan pajak menyumbang pendapatan yang cukup besar untuk Negara Indonesia walaupun sangat jauh dibandingkan dengan pajak. Pada tahun 2025, target PNBP pada APBN 2025 mencapai Rp 513,6 triliun yang dimana lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 492 triliun. PNBP kita masih didominasi oleh sektor SDA baik migas maupun non migas. Pada Mei 2025, PNBP pada sektor migas telah menyumbang Rp 39,8 triliun atau sekitar 32,9% dari target APBN 2025 dan sektor non migas menyumbang Rp 46,3 triliun atau 47,7% dari target APBN 2025. PNBP pada sektor SDA non migas tersebut didominasi oleh eksploitasi sektor pertambangan seperti nikel, batu bara dan emas. Kemudian pada sektor kehutanan didominasi oleh eksploitasi pemanfaatan kayu. Sementara itu pada sektor migas didominasi oleh pendapatan minyak bumi dan gas bumi. Tetapi pada tahun 2025 ini, realisasi PNBP kita yang berasal dari sektor SDA migas turun dari tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa harga minyak dunia yang sedang turun.
Dapat dipungkiri bahwa PNBP merupakan instrumen kedua yang dimiliki negara untuk memaksimalkan pendapatannya. Seperti yang telah disebutkan, PNBP negara kita didominasi oleh sektor sumber daya alam yang tidak terbarukan, tentunya perlu ada pengelolaan yang bijak mengenai eksploitasi sumber daya alam tersebut agar tidak dieksploitasi secara berlebihan. Karena hal itulah saya ingin menyoroti PNBP negara kita yang masih sangat ketergantungan pada sektor SDA yang tidak terbarukan seperti pertambangan dan migas. Hal ini tentunya menjadi dilema bagi keberlanjutan lingkungan kedepannya. Disaat negara lain memfokuskan pada sektor manufaktur dan barang jadi sebagai pendapatan utamanya, Indonesia masih bergantung pada sektor SDA sebagai pendapatan utama PNBP yang mana ini menunjukkan bahwa Indonesia masih terjebak pada stigmatisasi negara dunia ke-3 atau negara berkembang. Selain karena masalah lingkungan yang nantinya akan berdampak, negara kita masih belum serius untuk mengoptimalkan pendapatan dari hilirisasi yang “dijual” oleh pemerintah sebagai komitmennya yang tertuang pada asta cita Presiden Prabowo nomor 5 terkait hilirisasi. Hilirisasi yang digaungkan diharapkan bukan hanya sebatas janji politik belaka untuk menenangkan masyarakat agar Indonesia menjadi negara maju, tetapi perlu adanya komitmen dan kerja keras pemerintah untuk mewujudkannya. Dan sampai saat ini, belum ada wujud nyata dari pemerintah untuk mewujudkannya. Semoga dengan pergantian menteri yang baru, dapat merubah apa yang menjadi koreksi, dan komitmen terhadap apa yang sudah direncanakan.