Penulis: M. Yunus Anwar, Mahasiswa Universitas Mulawarman
Baru-baru ini terdapat kebijakan menarik dari Menteri Keuangan baru Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa. Pada Jumat, 12 September 2025, beliau mengumumkan keputusan untuk menggelontorkan dana segar sebesar Rp200 triliun dari saldo anggaran lebih (SAL) pemerintah di Bank Indonesia kepada lima Bank BUMN.
Dalam pernyataan pers di Kementerian Koordinator Perekonomian, Purbaya merinci alokasi dana tersebut: Bank Mandiri (Rp55 triliun), BRI (Rp55 triliun), BNI (Rp55 triliun), BTN (Rp25 triliun), dan BSI (Rp10 triliun). Tujuannya jelas, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan likuiditas sistem perbankan. Diharapkan, bank-bank tersebut dapat menyalurkan kredit ke sektor riil sehingga roda ekonomi kembali bergerak.
Kebijakan Efektif untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kebijakan ini berpotensi besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Bank adalah jantung sistem keuangan. Saat bank kuat, aliran kredit ke masyarakat dan dunia usaha lebih lancar.
Data OJK tahun 2024 menunjukkan kredit perbankan tumbuh sekitar 10% secara tahunan. Namun, kebutuhan pembiayaan infrastruktur, UMKM, dan industri strategis jauh lebih besar. Suntikan Rp200 triliun dapat memperbesar kapasitas penyaluran kredit lima bank BUMN yang menguasai lebih dari 55% pangsa pasar kredit nasional.
Contohnya, Bank Mandiri dan BRI bisa lebih agresif mendukung UMKM yang berkontribusi 61% terhadap PDB Indonesia. Bank BTN dapat mempercepat pembiayaan perumahan rakyat, dengan backlog mencapai 12,7 juta unit. Artinya, dana besar ini berpotensi menggerakkan ekonomi riil, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya beli masyarakat.
Selain itu, kebijakan ini memperkuat stabilitas sistem keuangan. Dengan cadangan likuiditas yang cukup, bank lebih tahan menghadapi guncangan global, misalnya krisis keuangan atau gejolak pasar modal.
Manfaat lainnya adalah peningkatan inklusi keuangan. Jika kredit diarahkan ke UMKM dan masyarakat kecil, lebih banyak orang akan terlibat dalam sistem keuangan formal. Hal ini memperkuat basis ekonomi nasional. Tidak hanya itu, investor asing juga akan melihat komitmen pemerintah dalam menjaga sektor perbankan, sehingga meningkatkan kepercayaan untuk menanamkan modal di Indonesia.
Tantangan: Pengawasan dan Sinergi
Suntikan Rp200 triliun ke bank ibarat “obat kuat” bagi ekonomi Indonesia. Ia bisa mempercepat aliran darah ekonomi, memperkuat daya tahan perbankan, dan mendorong pertumbuhan. Namun, seperti obat, dosis dan penggunaannya harus tepat.
Agar dana tersebut tidak menjadi beban baru, pemerintah bersama bank penerima dana harus mengelola secara transparan dan terukur. Penyaluran kredit harus fokus pada sektor produktif, bukan konsumtif, serta menghindari pemborosan.
Sinergi antara pemerintah, perbankan, dan sektor riil menjadi kunci penting untuk memaksimalkan dampak positif dari suntikan dana besar ini.