Mencari Arah Kebenaran di Tengah Perubahan Wajah Jurnalisme

Sun, 5 Oct 2025 03:53:04 Dilihat 22 kali Author gerbang nusantara
IMG_8193

Penulis: Gustina Nurma Larasati, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta

Kebenaran jurnalistik di Indonesia kini sedang diuji dalam situasi yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Ketika berita bisa diproduksi dalam hitungan detik oleh siapa pun, pertanyaannya bukan lagi siapa paling cepat memberitakan, tetapi siapa yang bisa dipercaya.

Fenomena ini menjadi titik balik bagi masa depan jurnalisme Indonesia. Di tengah derasnya arus informasi dan kemunculan teknologi kecerdasan buatan (AI), media harus berjuang keras agar tidak tenggelam dalam gelombang disinformasi yang semakin canggih.

Antara Kecepatan dan Kebenaran

Laporan Reuters Institute Digital News Report 2025 menunjukkan sebagian besar masyarakat Indonesia kini mendapatkan berita dari media sosial—terutama TikTok, YouTube, dan WhatsApp. Artinya, media bukan lagi satu-satunya penentu arus informasi publik. Di ruang digital, siapa pun bisa menjadi “jurnalis dadakan” hanya dengan bermodal kamera dan opini pribadi.

Namun, kemudahan ini membawa konsekuensi. Penelitian FISIPOL UGM (2023) mencatat masyarakat semakin sulit membedakan antara konten berita dan opini pribadi. Akibatnya, batas antara fakta dan tafsir menjadi kabur. Kecepatan informasi kerap mengorbankan akurasi, sementara verifikasi fakta sering datang terlambat.

Koalisi CekFakta Indonesia bersama sejumlah redaksi nasional berusaha mengimbangi laju misinformasi melalui kolaborasi lintas media. Namun, laju penyebaran hoaks sering kali lebih cepat daripada klarifikasinya. Hal ini karena algoritma media sosial tidak didesain untuk menampilkan berita paling benar, melainkan berita paling banyak direspons.

Akibatnya, kebenaran kini bersaing di pasar perhatian (attention economy), di mana klik dan sensasi lebih dihargai daripada konteks dan data.

AI: Musuh Redaksi?

Teknologi kecerdasan buatan membuka babak baru dalam dunia pemberitaan. AI mampu menulis ringkasan berita, menyusun judul, bahkan meniru gaya bicara tokoh publik. Di tangan kreatif, ini bisa menjadi alat bantu luar biasa. Namun di tangan yang salah, AI justru dapat memproduksi kebohongan yang tampak sempurna.

Beberapa redaksi di Indonesia mulai menerapkan kebijakan etik dalam penggunaan AI, seperti mencantumkan keterangan “diedit dengan bantuan AI” atau “ilustrasi hasil AI” pada konten visual. Langkah kecil ini penting, karena di era di mana realitas bisa direkayasa, transparansi menjadi bentuk baru dari kejujuran.

Masalahnya, tidak semua media memiliki kapasitas dan kesadaran untuk melakukannya. Tanpa etika yang jelas, AI berpotensi menjadi “mesin propaganda otomatis” yang mengikis kepercayaan publik terhadap jurnalisme.

Krisis Kepercayaan Publik

Selain masalah disinformasi, algoritma platform digital juga berperan besar membentuk lanskap kebenaran. Sistem rekomendasi konten bekerja berdasarkan preferensi pengguna, bukan nilai faktual. Akibatnya, pengguna terjebak dalam echo chamber, hanya melihat berita yang sejalan dengan keyakinannya.

Kondisi ini menimbulkan paradoks: publik menuntut kebenaran, tetapi sekaligus menolak informasi yang tidak sesuai dengan pandangannya. Menurut laporan Reuters Institute, lebih dari 40% responden di Indonesia mengaku “menghindari berita” karena lelah dengan polarisasi dan konflik opini di media sosial.

Krisis kepercayaan inilah yang menjadi ancaman terbesar bagi masa depan jurnalisme. Meski begitu, bukan berarti jurnalisme kehilangan arah. Banyak redaksi di Indonesia mulai beradaptasi dengan membangun kemitraan lintas sektor—menggabungkan kekuatan media, lembaga akademik, dan organisasi pemeriksa fakta.

Tiga Skenario Masa Depan Jurnalistik

Melihat perkembangan teknologi dan dinamika sosial-politik, masa depan kebenaran jurnalistik di Indonesia bisa berjalan ke tiga arah:

1. Skenario optimistis: Media berhasil beradaptasi dengan teknologi dan memperkuat sistem verifikasi digital. AI menjadi alat bantu, bukan pengganti jurnalis.

2. Skenario fragmentasi: Publik terpecah dalam kubu informasi masing-masing, sehingga kebenaran menjadi relatif.

3. Skenario represif: Regulasi digital yang terlalu ketat justru membatasi kebebasan pers dan mengancam independensi redaksi.

Pilihan arah ini sangat bergantung pada bagaimana media, pemerintah, dan masyarakat digital Indonesia menata ulang etika informasi dalam lima tahun ke depan.

Kebenaran jurnalistik bukanlah sesuatu yang statis. Ia terus diuji, diperdebatkan, dan diperjuangkan. Dalam dunia di mana berita palsu bisa dibuat lebih cepat dari klarifikasinya, kejujuran menjadi bentuk keberanian baru bagi jurnalis.

Tantangan masa depan bukan sekadar mempertahankan idealisme, melainkan menegosiasikan ulang cara kebenaran dihadirkan kepada publik. Jika media mampu menjaga integritas dan keterbukaan di tengah disrupsi teknologi, jurnalisme Indonesia tidak akan punah—justru akan berevolusi menjadi benteng terakhir rasionalitas di tengah kabut informasi.

Baja Juga

News Feed

Rudal KHAN Hadir di Tenggarong, Jamin Pertahanan Strategis IKN dan Kalimantan

Sun, 5 Oct 2025 11:01

Tenggarong —Sistem rudal balistik KHAN buatan Turki (Roketsan) resmi ditempatkan di Batalion Artileri Medan 18, Tenggarong, Kalimantan Timur. Kehadiran alutsista…

Mengawasi AI: Jurnalis Indonesia Bertransformasi Menjadi Operator dan Kurator Data

Sun, 5 Oct 2025 09:37

Oleh: Raden Muhammad Fajar Visandy, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tengah mengguncang dunia jurnalistik di…

Tantangan dan Arah Baru Media Jurnalistik Indonesia

Sun, 5 Oct 2025 06:59

Oleh: Maria Elisabeth Sitanggang, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta Perubahan besar tengah melanda dunia media seiring pesatnya perkembangan teknologi digital. Arus…

Masa Depan Jurnalistik di Tangan Generasi Muda

Sun, 5 Oct 2025 06:31

Oleh: Intan Nur Anwari, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta – Dunia media tengah mengalami perubahan besar di era digital. Semangat…

Menuju Krisis Kepercayaan Jurnalisme

Sun, 5 Oct 2025 05:14

Penulis: Muhammad Briyan Prama Irwansyah, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta –Di tengah derasnya arus penyebaran informasi digital, “kebenaran” jurnalistik di…

Mencari Arah Kebenaran di Tengah Perubahan Wajah Jurnalisme

Sun, 5 Oct 2025 03:53

Penulis: Gustina Nurma Larasati, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Kebenaran jurnalistik di Indonesia kini sedang diuji dalam situasi yang belum pernah…

Masa Depan Jurnalisme Indonesia: Antara Teknologi, Etika, dan Kepercayaan Publik

Sun, 5 Oct 2025 03:42

Penulis: Salma, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan media jurnalistik di Indonesia terus mengalami perubahan signifikan dalam dua dekade terakhir. Dari…

Media Jurnalistik Indonesia: Dari Ruang Redaksi ke Ruang Digital

Sun, 5 Oct 2025 03:04

Oleh: Hasna Khalishta Afza, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan media jurnalistik di Indonesia kini berjalan lebih cepat dibanding dekade sebelumnya….

Nasib Kebenaran Jurnalisme di Tengah Orkestrasi Fakta

Sun, 5 Oct 2025 02:50

Oleh: Laura Diandra Salzabilla, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Masifnya pergerakan buzzer pasca Pemilu 2024 mengubah wajah ruang publik digital di…

Kebenaran Jurnalistik di Persimpangan Jalan: Melawan Disinformasi dan Menjaga Integritas Media Indonesia

Sun, 5 Oct 2025 02:10

Penulis: Najma Khaila, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Dunia jurnalistik di Indonesia saat ini berada di persimpangan yang krusial. Di satu…

Berita Terbaru

Teknologi

Pendidikan

Visitor