Samarinda – Anggota DPRD Samarinda periode 2024–2029, H. Adnan Faridhan, SE, mengkritisi keras ketimpangan fiskal yang dialami Kalimantan Timur.
Menurutnya, selama ini Kaltim menjadi salah satu penopang utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lewat sektor minyak dan gas bumi, batu bara, serta perkebunan, namun hasil yang kembali ke daerah tidak sebanding.
“Terkait pertanyaan mengenai selama ini Kaltim menjadi penopang APBN lewat migas dan lain-lain, tapi infrastruktur kita jauh dari kata layak, ini yang memang menjadi konsen kita semua. Selama ini kita sudah memberikan lebih kepada pusat, tapi yang kembali ke kita hanya segelintir saja, hanya sekian persen saja, tidak sampai 10%,” ujar Adnan kepada gerbangnusantaranews.id (18/8/2025).
Ia menekankan perlunya perjuangan serius agar daerah penghasil seperti Kaltim memperoleh porsi lebih besar.
“Ini yang harus diperjuangkan, bagaimana caranya minimal kita bisa dapat 10% dari sekian ratus triliun. Kalau tidak salah datanya 800 triliun yang kita sumbangkan ke pusat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Adnan menjelaskan bahwa upaya mendapatkan porsi fiskal yang lebih adil tidak bisa hanya ditumpukan pada DPRD, melainkan harus diiringi peran eksekutif, terutama gubernur.
“Mengenai apakah DPRD Kaltim memiliki strategi khusus, saya rasa bukan DPRD Kaltim saja, tapi lebih kepada pemimpinnya, Pak Gubernur, melalui lobi-lobi politik beliau bagaimana supaya kita bisa mendapatkan porsi lebih minimal 10%. Jadi seandainya 800 triliun yang kita berikan untuk menopang APBN itu bisa kembali minimal delapan puluh triliun. Sehingga kita bisa membangun daerah-daerah terpencil dan daerah-daerah yang ada di Kalimantan Timur, termasuk perbatasan-perbatasan yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Brunei Darussalam,” paparnya.
Menurutnya, kondisi di wilayah perbatasan saat ini masih jauh dari kata layak.
“Di sana banyak ketimpangan terjadi sehingga masyarakat merasa dianaktirikan. Bagaimana kita mau membantu mereka yang terpencil di sana, sementara selama ini akses jalan saja sangat sulit. Nah, ini yang harus dipikirkan oleh pusat. Cukup Jawa sentrisnya,” kata Adnan.
Adnan juga menyinggung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang kini menuai berbagai hambatan politik.
Ia menilai sikap segelintir politisi yang ingin menunda bahkan menggagalkan pembangunan IKN sebagai bentuk ketidakadilan bagi Kaltim.
“Selama ini kita sudah menyumbang beratus-ratus triliun, beribu-ribu triliun kepada pemerintah pusat. Tapi untuk membangun satu IKN saja itu dihambat dari berbagai penjuru. Dihambat dari berbagai macam cara, termasuk terakhir ada statement dari politisi yang ingin mengembalikan IKN atau menjadikannya hanya ibu kota provinsi Kalimantan Timur. Saya rasa itu sudah keterlaluan,” tegasnya.
Adnan menilai pemindahan IKN merupakan anugerah besar bagi Kaltim yang diberikan oleh pemerintahan sebelumnya.
Namun, ia menyayangkan adanya perlambatan dan resistensi politik di pemerintahan saat ini.
“Kemarin semangatnya pemerintahan sebelumnya memberi anugerah luar biasa yaitu pemindahan IKN ke Provinsi Kalimantan Timur, guna supaya pembangunan ini merata. Tapi dengan pergantian pemerintahan agak melambat, bahkan ada statement dari politisi-politisi yang meminta IKN ditunda, IKN tidak jadi, dan lain sebagainya. Saya rasa itu mengecilkan kita sebagai penopang APBN nomor dua setelah Riau. Riau dengan seribu seratus triliun, kita delapan ratus triliun,” jelasnya.
Adnan menutup dengan penekanan agar pemerintah pusat tidak lagi bersikap tidak adil terhadap daerah penghasil.
“Ini yang saya rasa tidak adil untuk daerah penghasil seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Papua. Kita juga mau pemerintah pusat memikirkan daerah-daerah penghasil ini supaya dibangun merata seperti Pulau Jawa,” pungkasnya.