GERBANG NUSANTARA – Polemik tambang silika di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) masih menuai sorotan dari berbagai pihak.
Muhammad Ibnu Ridho, ketua bidang partisipasi pembangunan daerah HMI Cabang Kukar, menyuarakan tentang aktivitas pertambangan tersebut.
Ridho menilai DPRD Kukar terkesan kurang responsif menanggapi isu tambang silika, terutama yang berpotensi merusak lingkungan dan mengancam kelestarian danau-danau di Kukar.
Pertamisi, kata Ibnu, telah mengidentifikasi cadangan pasir silika yang sangat besar di Danau Semayang, Danau Jempang, dan Danau Melintang.
“Pertamisi langsung membentuk organisasinya di Kalimantan Timur ketika melihat cadangan sumber daya alam kita, yaitu pasir silika yang ada di danau-danau tersebut,” terangnya kepada awak media Gerbang Nusantara pada Sabtu (14/6/2025).
Dia menegaskan, tiga danau tersebut sudah masuk dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 sebagai danau prioritas nasional.
Danau tersebut, lanjutnya, harus dilindungi dari segi ekologi, kultur, dan potensi ekonominya sehingga dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat.
“Masyarakat Semayang, masyarakat Melintang, masyarakat Pelam, masyarakat yang notabenenya bergantung hidup di danau itu,” jelasnya.
Ketika danau tersebut sudah tereksplorasi, lanjut Ibnu, maka kehidupan masyarakat sekitar danau itu akan terancam. Pasalnya, danau ini menjadi sumber penghidupan turun-temurun warga setempat.
Menurut dia, sejumlah izin usaha pertambangan yang sudah terbit terkait pasir silika harus dikaji ulang oleh Pemda Kukar.
Ia berharap pemerintah daerah mempertimbangkan kembali IUP yang dikeluarkan atau IUP yang sudah terbit terkait tambang tersebut.
“Kalau bisa, dicabut saja semua IUP itu karena kami setuju untuk menolak hadirnya tambang silika di Kutai Kartanegara,” tegasnya.
Ibnu mengungkapkan kekhawatirannya terkait wilayah hutan adat di Kecamatan Kenohan yang terindikasi sebagai calon area tambang baru.
Dia pun berencana mengadakan pertemuan terbuka dengan DPRD Kukar untuk mengantisipasi hal tersebut.
Menurutnya, Kukar sudah cukup menderita akibat industri pertambangan.
“Sudah cukup kita dihantui lubang-lubang tambang yang tak direklamasi; lubang-lubang tambang yang banyak memakan korban,” ucapnya.
Berdasarkan data Pertamisi, hingga akhir 2024 cadangan pasir silika di Kukar diperkirakan mencapai 2 miliar metrik ton.
Cadangan besar ini menjadi alasan kuat bagi Pertamisi membentuk organisasi di Kaltim untuk mengelola potensi tersebut.
Kata Ibnu, mahasiswa Unikarta akan terus mengawalnya agar potensi tambang tersebut tidak menjadi bencana baru yang berbahaya bagi Kukar.
Polemik tambang silika di Kukar juga mendapat sorotan tajam dari Ketua Umum HMI Cabang Kukar, Zulhansyah.
Dia menilai Pemerintah Kabupaten dan DPRD Kukar harus lebih berhati-hati menyikapi aktivitas pertambangan yang berpotensi menimbulkan pelanggaran regulasi serta kerusakan lingkungan.
Isu pasir silika di Kukar, selanjutnya, sudah disebutkan sejak awal tahun lalu sehingga mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama karena lokasinya yang dekat dengan kawasan Danau Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang.
Ia menegaskan bahwa kawasan tersebut harus steril dari kegiatan pertambangan karena berstatus sebagai kawasan yang telah ditetapkan dalam kebijakan nasional untuk dilindungi dan dirawat.
Zulhan menyebut Peraturan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup juga menetapkan sejumlah wilayah di Kukar sebagai kawasan hutan gambut.
Salah satunya Muara Wis yang dihimpit oleh dua danau prioritas, Semayang dan Melintang, sehingga hutan gambut rawan dijadikan obyek galian tambang.
Wilayah tersebut seyogianya diberikan perlindungan khusus sehingga steril dari aktivitas pertambangan.
Dia mendesak DPRD Kukar meninjau secara cermat setiap wilayah yang masuk dalam izin usaha pertambangan.
Ia juga mengingatkan DPRD Kukar agar tidak hanya menyusun peraturan daerah, tetapi juga memastikan peraturan tersebut selaras dengan peraturan pemerintah pusat dan provinsi.
Menurutnya, langkah ini penting untuk mencegah tumpang tindih kebijakan yang adil merugikan lingkungan dan masyarakat Kukar.
Zulhan mengingatkan semua pihak agar wilayah prioritas nasional dan kawasan hutan gambut tak dikorbankan untuk kepentingan perusahaan tambang.
“Ketika kawasan-kawasan ini terpakai untuk tambang, maka sudah jelas ada pelanggaran karena peraturan sudah membentengi daerah tersebut,” tutupnya.