Kutai Kartanegara – Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Mahakam Cabang Sangasanga resmi menghentikan sementara produksi air bersih akibat dugaan pencemaran air baku. Dugaan pencemaran ini berasal dari aktivitas pengeboran sumur migas milik PT Pertamina EP (PEP) Sangasanga Field yang berlokasi di RT 04, Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara.
Kepala Cabang PDAM Sangasanga, Maryati, dalam keterangan resminya menyampaikan, penghentian ini terpaksa dilakukan karena menurunnya kualitas air baku pada intake PDAM, yang menjadi sumber utama pasokan air bersih untuk masyarakat satu kecamatan.
Air yang saat ini masih didistribusikan, lanjutnya, hanya untuk kebutuhan Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK) dan tidak layak untuk dikonsumsi.
“Tapi, distribusi ini bersifat darurat dan air yang disalurkan tetap dinyatakan tidak layak konsumsi karena berpotensi terkontaminasi,” jelas Maryati.
Pemberitahuan ini disampaikan melalui surat bernomor 690/15/PERUMDA-SSG/VI/2025 tertanggal 21 Juni 2025 dan juga ditembuskan ke Camat Sangasanga, Polsek, Danramil, serta sembilan kelurahan di wilayah terdampak.
Insiden bermula pada Kamis pagi, 19 Juni 2025, saat sumur LSE 1176 yang berada di Jalan Habibah, RT 04 Kelurahan Jawa, mengalami semburan lumpur bercampur gas saat proses pengeboran. Sejak saat itu, warga melaporkan munculnya bau menyengat mirip gas dari aliran parit dan sungai di sekitar permukiman.
Seorang warga bernama Nugraha menyampaikan bahwa kondisi air parit berubah menjadi keruh, berlumpur, dan beraroma tajam.
“Banyak warga mengeluh air PDAM berubah bau seperti minyak, bahkan sampai membuat sesak napas,” ungkapnya.
Limbah cair yang diduga berasal dari semburan sumur dilaporkan mengalir melalui sejumlah ruas jalan dan parit, termasuk di Jalan Kawasan dan Jalan Corong, dan akhirnya bermuara ke Sungai Sangasanga, yang lokasinya cukup dekat dengan intake PDAM.
Menanggapi hal ini, PT Pertamina EP Sangasanga Field menyampaikan bahwa semburan lumpur dan gas berhasil dihentikan pada Sabtu sore, 21 Juni 2025. Pernyataan ini disampaikan oleh Manager Communication Relations & CID PT Pertamina Hulu Indonesia, Dony Indrawan.
“Perusahaan telah menjalankan prosedur mitigasi dan penanganan secara cepat, terukur, dan berfokus pada keselamatan pekerja, masyarakat, fasilitas, serta lingkungan. Tidak ada korban luka maupun jiwa dalam peristiwa ini,” jelas Dony.
Pertamina juga telah membangun posko layanan kesehatan, membagikan air bersih dalam kemasan, serta berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan dampak lingkungan dapat segera ditangani.
“Perusahaan akan melakukan evaluasi atas kejadian ini untuk dijadikan pembelajaran dan mitigasi risiko di masa mendatang,” pungkas Dony.
Menurut pemantauan sementara, lanjut Dony, belum ditemukan indikasi adanya gas beracun yang membahayakan, dengan permukiman terdekat berada hampir satu kilometer dari titik semburan.
Meski kondisi diklaim telah terkendali, warga tetap menanti evaluasi menyeluruh atas dampak limbah terhadap kualitas lingkungan, terutama air Sungai Sangasanga dan jaringan distribusi PDAM. Sejumlah warga juga menyatakan akan segera melaporkan kejadian ini ke Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Timur dan Gakkum KLHK, agar dilakukan investigasi lingkungan secara transparan dan menyeluruh.
Kondisi lingkungan semakin memprihatinkan ketika pada Sabtu (21/6/2025), warga melaporkan bahwa bau minyak menyengat bahkan mulai tercium dari air PDAM yang mereka gunakan sehari-hari. Beberapa di antaranya mulai mengalami gangguan kesehatan ringan seperti sesak napas dan mual.
Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, M Samsun, turut menanggapi insiden ini. Ia menilai pencemaran lingkungan akibat aktivitas migas bukan kali pertama terjadi.
“Ini bukan pertama kali terjadi. Dulu sempat juga terjadi di Muara Badak, bahkan nelayan kerang pernah mengadu soal pencemaran. Ini harus menjadi catatan serius, karena kejadian seperti ini terjadi di beberapa titik,” ujar Samsun, Senin (23/6/2025).
Ia meminta Pertamina segera melakukan uji laboratorium terhadap kandungan air sungai dan mengambil langkah-langkah pemulihan secara cepat.
“Kalau terjadi pencemaran, pasti dari Pertamina. Karena hanya Pertamina yang punya izin menambang minyak di situ. Maka, mereka harus ambil tindakan cepat,” tegasnya.
Tak hanya kepada perusahaan, Samsun juga mendesak pihak pemerintah untuk aktif turun tangan.
“DLH dan semua badan lingkungan wajib bergerak. Jangan karena Pertamina itu BUMN, lalu tidak bisa dipanggil. Bisa, dan harus bertanggung jawab atas pencemaran ini,” pungkasnya.
Hingga berita ini dirilis, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Timur terkait langkah teknis lanjutan terhadap dampak pencemaran lingkungan ini. Warga berharap ada solusi nyata untuk pemulihan kualitas air dan jam
inan ketersediaan air bersih di Sangasanga.