Samarinda – Besaran tunjangan yang diterima anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, angka tunjangan yang diatur dalam regulasi daerah dinilai sangat besar, mencapai puluhan juta rupiah per anggota setiap bulannya.
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 2 Tahun 2021, setiap anggota DPRD berhak atas tunjangan perumahan sebesar Rp30,2 juta per bulan apabila rumah dinas belum tersedia. Selain itu, anggota DPRD juga menerima tunjangan transportasi sebesar Rp16,7 juta per bulan. Dengan total 55 anggota dewan yang aktif, anggaran tunjangan tersebut menyedot dana miliaran rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun.
Publik mempertanyakan transparansi dan kesesuaian nilai tunjangan ini dengan kondisi fiskal daerah. Terlebih, hingga kini rumah dinas untuk anggota DPRD Kaltim memang belum sepenuhnya tersedia, sehingga pemerintah daerah wajib mengalokasikan dana tunjangan perumahan. Kebijakan ini sejatinya merupakan kompensasi atas ketiadaan fasilitas rumah dinas, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mengakui bahwa anggota dewan menerima tunjangan sebagaimana diatur dalam Pergub. Namun, ia menekankan bahwa nominal yang diterima anggota dewan tidak sepenuhnya utuh karena ada kewajiban pemotongan fraksi yang besarnya bervariasi. Potongan ini, menurutnya, dapat mencapai 20 persen dari total gaji dan fasilitas lain. Meski demikian, ia tidak bersedia membeberkan secara rinci berapa total pendapatan yang ia terima setiap bulannya.
Hasanuddin juga menjelaskan bahwa besaran tunjangan perumahan bukanlah angka yang ditentukan secara pribadi oleh anggota dewan. Penetapan nilainya dilakukan lembaga appraisal (penilai independen) sesuai mekanisme resmi yang berlaku. Tunjangan perumahan ini hanya berlaku jika rumah dinas memang tidak tersedia, sehingga anggota dewan diberikan dana sewa rumah dengan besaran yang sudah dihitung berdasarkan standar pasar.
Meski begitu, ketika dimintai keterangan lebih detail mengenai jumlah pendapatan yang diterima secara keseluruhan, Hasanuddin memilih untuk tidak menjawab dan menyarankan agar informasi teknis mengenai tunjangan ditanyakan langsung kepada Sekretaris Dewan (Sekwan).
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh anggota DPRD Kaltim lainnya, Abdul Giaz. Ia mengaku belum mengetahui secara detail komponen tunjangan yang diterimanya. Menurutnya, administrasi terkait penerimaan tunjangan kerap ditangani staf, sehingga ia perlu berkoordinasi lebih lanjut untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
Fenomena anggota dewan yang enggan membeberkan pendapatan bulanan mereka bukan hal baru. Transparansi soal gaji dan tunjangan pejabat publik memang kerap menuai perdebatan, terlebih ketika kondisi fiskal daerah sedang menjadi sorotan. Sejumlah pengamat menilai bahwa keterbukaan informasi terkait anggaran yang bersumber dari APBD penting dilakukan agar publik mengetahui penggunaan uang negara secara jelas.
Selain tunjangan perumahan dan transportasi, anggota DPRD Kaltim juga mendapatkan berbagai fasilitas lainnya sesuai aturan, termasuk biaya operasional untuk kegiatan kedewanan. Namun, detail mengenai besarannya jarang dipublikasikan secara rinci kepada publik. Hal ini memunculkan anggapan bahwa ada ruang perbaikan dalam sistem transparansi di lembaga legislatif daerah.
Di sisi lain, pemerintah daerah menegaskan bahwa pemberian tunjangan kepada anggota dewan adalah amanat peraturan perundang-undangan. Pergub Kaltim Nomor 2 Tahun 2021 yang menjadi dasar pemberian tunjangan ini mengacu pada regulasi nasional terkait standar biaya tunjangan rumah dinas dan transportasi bagi anggota DPRD. Artinya, kebijakan tersebut tidak bisa serta-merta dihapus tanpa adanya perubahan regulasi yang lebih tinggi.
Dengan nilai tunjangan yang besar dan beban APBD yang terus meningkat, masyarakat sipil mendesak agar DPRD Kaltim lebih transparan dalam melaporkan pendapatan dan penggunaannya. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik sekaligus memperkuat akuntabilitas lembaga legislatif daerah.
Sorotan publik terhadap tunjangan DPRD Kaltim ini mencerminkan tuntutan masyarakat terhadap tata kelola keuangan daerah yang lebih terbuka. Di tengah upaya pemerintah meningkatkan efisiensi belanja daerah, transparansi tunjangan pejabat publik menjadi salah satu isu krusial yang terus mendapat perhatian.