Dosen UWGM Samarinda Dijatuhi Skorsing Satu Semester, Publik Pertanyakan Ketegasan Kampus

Fri, 5 Sep 2025 10:51:16 Dilihat 215 kali Author gerbang nusantara
IMG-20250905-WA0036

Samarinda –Universitas Widya Gama Mahakam (UWGM) Samarinda menjatuhkan sanksi kepada salah satu dosennya yang terbukti melanggar kode etik.

Kasus ini bermula dari laporan seorang mahasiswi yang mengaku menerima pesan WhatsApp dengan nada tidak pantas dari dosen tersebut.

Bahkan, oknum itu juga sempat mengajak korban ke ruangannya tanpa alasan jelas.

Hasil pemeriksaan internal kampus menetapkan dosen bersangkutan melanggar norma etik sebagai tenaga pendidik. Rektor UWGM kemudian mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 067/UWGM-KP/VII/2025 yang berisi sanksi bagi pelaku.

Dalam SK tersebut, terdapat tiga bentuk sanksi yang dijatuhkan. Pertama, dosen tersebut diskors selama enam bulan atau setara dengan satu semester penuh. Kedua, ia diwajibkan membuat surat permintaan maaf atas tindakannya.

Ketiga, catatan pelanggaran ini akan masuk dalam rekam jejak kepegawaiannya, sehingga akan memengaruhi karier akademiknya di kemudian hari.

Meski telah dijatuhi hukuman, keputusan kampus justru menimbulkan reaksi beragam. Publik mempertanyakan apakah skorsing dan permintaan maaf sudah cukup untuk memberikan efek jera, terlebih kasus ini berkaitan dengan pelecehan di lingkungan pendidikan.

Banyak pihak menilai bahwa kampus seharusnya menunjukkan ketegasan yang lebih nyata. Universitas adalah ruang belajar yang semestinya aman, terutama bagi mahasiswa. Pelecehan, baik verbal maupun nonverbal, menimbulkan trauma yang tidak sederhana.

Karena itu, hukuman yang terkesan ringan dikhawatirkan tidak sebanding dengan dampak yang dirasakan korban.

Isu ini juga menimbulkan pertanyaan lebih jauh: apakah keputusan tersebut benar-benar mencerminkan keberpihakan kampus kepada korban, ataukah lebih diarahkan untuk menjaga nama baik institusi.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sejak 2021 telah menerbitkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Regulasi ini mengamanatkan agar setiap kampus membentuk satuan tugas khusus dan menerapkan mekanisme perlindungan maksimal bagi korban kekerasan seksual.

Dalam aturan tersebut, kampus wajib memberikan ruang aman, memastikan tidak ada intimidasi terhadap pelapor, serta menjatuhkan sanksi yang setimpal terhadap pelaku.

Sanksi yang diatur bisa berjenjang, mulai dari peringatan tertulis, pembebasan sementara dari tugas, penurunan jabatan akademik, hingga pemberhentian tetap.

Jika merujuk pada regulasi ini, publik menilai keputusan UWGM Samarinda masih berada di spektrum hukuman ringan.

Pemberian sanksi administratif berupa skorsing sementara tentu sah secara aturan, tetapi apakah cukup untuk membangun kepercayaan mahasiswa bahwa kampus serius melindungi mereka?

Fenomena serupa sebelumnya juga terjadi di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.

Beberapa kampus memilih memberikan sanksi tegas, bahkan memberhentikan permanen dosen yang terbukti melakukan pelecehan.

Ada pula kampus yang justru dikritik karena dianggap “melembek” dengan menjatuhkan hukuman administratif ringan.

Perbandingan ini semakin menyoroti keputusan UWGM. Dengan hanya menjatuhkan skorsing satu semester dan permintaan maaf, kampus dikhawatirkan mengirimkan sinyal yang lemah dalam upaya pemberantasan pelecehan seksual di dunia akademik.

Kasus ini menjadi ujian serius bagi UWGM Samarinda. Kampus harus membuktikan komitmen bukan hanya dalam menegakkan disiplin, tetapi juga dalam membangun lingkungan yang benar-benar aman dan bebas dari kekerasan seksual.

Pertanyaan penting yang kini muncul: apakah UWGM lebih berpihak pada perlindungan mahasiswa dan keberanian menciptakan ruang akademik yang sehat, atau justru terjebak dalam upaya menjaga nama baik institusi semata?

Bagi masyarakat luas, isu ini bukan sekadar tentang satu dosen dan satu korban. Lebih dari itu, kasus ini adalah cerminan bagaimana sebuah perguruan tinggi memandang tanggung jawab moralnya.

Keberanian kampus dalam mengambil langkah tegas akan menentukan kepercayaan publik terhadap integritas lembaga pendidikan tinggi.

Di tengah semakin kuatnya dorongan publik untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual di dunia pendidikan, keputusan UWGM Samarinda akan terus menjadi sorotan.

Apakah langkah ini menjadi awal dari perbaikan sistem perlindungan mahasiswa, atau justru menambah daftar panjang kasus pelecehan yang diselesaikan dengan sanksi minimal?

Baja Juga

News Feed

Etika Jurnalistik Indonesia: Menjaga Kredibilitas di Tengah Dinamika Digital

Mon, 6 Oct 2025 06:26

Oleh: Sabrinna Az Zahra Di era digital yang serba cepat dan penuh tantangan, etika jurnalistik di Indonesia menjadi isu yang…

Melawan Hoaks di Era AI: Kolaborasi Jurnalis dan Teknologi untuk Memperkuat Literasi Digital

Mon, 6 Oct 2025 04:10

Oleh: Riga Fasya Dwi Jamaludin, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi digital yang pesat ibarat pedang bermata dua. Di satu…

Jurnalistic Expo: Tantangan dan Peluang Etika Jurnalistik di Era Digital

Mon, 6 Oct 2025 02:43

Oleh: Sisilia Rosadi, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi dan perubahan pola konsumsi media menuntut dunia jurnalistik di Indonesia beradaptasi…

Menjaga Integritas di Era Digital: Masa Depan Etika Jurnalistik Indonesia

Mon, 6 Oct 2025 02:28

Oleh: Kalyca Ninda Nf, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Di tengah derasnya arus transformasi digital dan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI),…

Masyarakat Kukar Keluhkan Tarif Tol Balikpapan–Samarinda: Harga Selangit, Kualitas Jalan Buruk

Mon, 6 Oct 2025 01:52

Kalimantan Timur –Sejumlah  warga Kaltim salah satunya warga Kutai Kartanegara, menyampaikan keluhan terkait kondisi Jalan Tol Balikpapan–Samarinda (Balsam) yang dinilai…

Jurnalisme Indonesia di Era Disrupsi: Kini dan Nanti

Sun, 5 Oct 2025 13:43

Oleh: Filza Hayuning Wafa, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta – Media jurnalistik Indonesia tengah menghadapi tantangan sekaligus peluang besar di…

Rudal KHAN Hadir di Tenggarong, Jamin Pertahanan Strategis IKN dan Kalimantan

Sun, 5 Oct 2025 11:01

Tenggarong —Sistem rudal balistik KHAN buatan Turki (Roketsan) resmi ditempatkan di Batalion Artileri Medan 18, Tenggarong, Kalimantan Timur. Kehadiran alutsista…

Mengawasi AI: Jurnalis Indonesia Bertransformasi Menjadi Operator dan Kurator Data

Sun, 5 Oct 2025 09:37

Oleh: Raden Muhammad Fajar Visandy, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tengah mengguncang dunia jurnalistik di…

Tantangan dan Arah Baru Media Jurnalistik Indonesia

Sun, 5 Oct 2025 06:59

Oleh: Maria Elisabeth Sitanggang, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta Perubahan besar tengah melanda dunia media seiring pesatnya perkembangan teknologi digital. Arus…

Masa Depan Jurnalistik di Tangan Generasi Muda

Sun, 5 Oct 2025 06:31

Oleh: Intan Nur Anwari, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta – Dunia media tengah mengalami perubahan besar di era digital. Semangat…

Berita Terbaru

Teknologi

Pendidikan

Visitor