Jakarta –Ditengah upaya pembinaan atlet Kalimantan Timur pasca-Kejurnas Atletik 2025, kabar mengejutkan datang dari Samarinda. Dana hibah yang seharusnya mendukung regenerasi atlet dan memperkuat fasilitas olahraga justru mengantarkan dua pejabat penting ke balik jeruji besi. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kaltim Agus Hari Kesuma, bersama mantan Ketua Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) Kaltim Zaini Zain, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Kaltim dalam kasus dugaan korupsi dana hibah senilai Rp100 miliar.
Keduanya kini ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas I Samarinda untuk kepentingan penyidikan. Penahanan ini menjadi babak baru yang mengejutkan bagi dunia olahraga Kaltim—sebuah ironi, mengingat peran penting keduanya selama ini dalam pembangunan sektor kepemudaan dan olahraga daerah.
Profil Singkat Dua Tersangka
Agus Hari Kesuma dikenal sebagai birokrat senior di lingkungan Pemprov Kaltim. Sebelum menjabat Kadispora, ia pernah menduduki sejumlah posisi strategis di bidang pembinaan pemuda dan olahraga. Di mata publik, Agus kerap disebut sebagai motor penggerak program pengembangan atlet usia muda, terutama di cabang olahraga unggulan Kaltim.
Sementara Zaini Zain telah lebih dari satu dekade aktif dalam berbagai organisasi olahraga daerah. Ia pernah menjadi penghubung utama antara DBON Kaltim dengan berbagai lembaga pembinaan atlet nasional. Rekam jejaknya dalam memfasilitasi keikutsertaan atlet Kaltim di berbagai ajang nasional membuat namanya cukup dikenal di lingkaran olahraga daerah. Justru karena rekam jejak positif inilah, kasus korupsi yang menjerat mereka terasa begitu ironis: orang-orang yang dipercaya membina atlet, kini diduga menyalahgunakan dana pembinaan.
Lonjakan Dana Hibah
DBON Kaltim menerima alokasi dana hibah yang nilainya terus melonjak dari tahun ke tahun. Pada 2021 anggaran tercatat sekitar Rp20 miliar, naik menjadi Rp40 miliar pada 2022, lalu melonjak drastis hingga Rp100 miliar pada 2023. Kenaikan ini pada awalnya dipandang sebagai angin segar bagi pembinaan olahraga daerah. Besarnya dana diharapkan mampu mendukung fasilitas latihan, mengirim atlet ke kejuaraan nasional, hingga memperluas pembinaan usia dini.
Namun, lonjakan dana tersebut ternyata juga membuka celah penyimpangan. Aparat penegak hukum menemukan indikasi laporan pertanggungjawaban yang tidak sesuai fakta, termasuk dugaan pengadaan fiktif dan praktik mark up. Alih-alih mempercepat kemajuan olahraga, dana yang melimpah justru menjadi ladang subur bagi praktik korupsi jika tidak diawasi secara ketat.
Dampak bagi Atlet dan Pembinaan Olahraga
Bagi atlet Kaltim, skandal ini bukan sekadar berita di media. Dana hibah DBON selama ini menopang berbagai program strategis: pemusatan latihan, beasiswa atlet, pembangunan fasilitas, hingga penyelenggaraan event olahraga lokal dan nasional. Terhambatnya anggaran atau tertundanya pencairan dana bisa berarti batalnya program pemusatan latihan atau berkurangnya dukungan logistik untuk atlet junior. Pada akhirnya, prestasi olahraga Kaltim berpotensi terganggu, terutama untuk cabang-cabang yang tengah digadang menjadi unggulan pada PON atau Kejurnas mendatang.
Para pelatih dan pengurus organisasi olahraga juga merasakan dampaknya. Mereka kini berada dalam posisi serba sulit: di satu sisi ingin terus membina atlet, di sisi lain khawatir dana yang dijanjikan tidak lagi cair tepat waktu. Kasus ini menjadi peringatan serius bahwa tata kelola hibah yang buruk bisa langsung menghantam basis pembinaan atlet.
Harapan Publik untuk Perbaikan
Kasus ini memunculkan gelombang kritik sekaligus harapan dari masyarakat. Publik menilai momentum penegakan hukum ini semestinya tidak berhenti pada pemidanaan pelaku saja, melainkan berlanjut ke perbaikan sistem. Audit rutin setiap tahun terhadap penerima hibah misalnya, dinilai penting untuk memastikan anggaran benar-benar sampai ke sasaran. Transparansi anggaran melalui situs resmi pemerintah juga menjadi tuntutan publik agar masyarakat bisa memantau sendiri aliran dana. Selain itu, pendampingan hukum dan manajemen bagi organisasi penerima hibah disebut perlu agar laporan keuangan lebih tertib dan sesuai standar.
Dengan langkah-langkah pembenahan itu, dana rakyat yang selama ini diamanatkan untuk dunia olahraga diharapkan benar-benar kembali ke tujuan semula: meningkatkan prestasi atlet, memperkuat pembinaan usia dini, dan membangun fasilitas yang layak. Harapan publik sederhana—agar dana olahraga tidak lagi menjadi sumber skandal, melainkan menjadi pijakan prestasi.
Jeratan Hukum dan Kerugian Negara
Menurut penyidik Kejati Kaltim, Agus Hari Kesuma diduga menyetujui pendistribusian dana hibah kepada pihak-pihak yang tidak semestinya serta mencairkan dana tanpa didukung dokumen yang sah. Sementara Zaini Zain, selaku penerima dan pengelola hibah, diduga ikut menyalurkan dana tersebut secara melawan hukum tanpa pertanggungjawaban yang benar. Praktik ini menyalahi tata kelola hibah daerah sebagaimana tercantum dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Akibat perbuatan tersebut, menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah, meskipun angka pastinya masih menunggu hasil audit dan perhitungan resmi. Atas dugaan tindak pidana ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur pemberian sanksi pidana bagi pelaku yang secara bersama-sama menyalahgunakan kewenangan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Kasus DBON Kaltim adalah pukulan telak bagi dunia olahraga daerah. Namun di baliknya, publik berharap momentum ini menjadi pintu perbaikan sistem hibah agar ke depan dana rakyat benar-benar kembali ke masyarakat — bukan ke kantong oknum. Bagi para atlet, kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa perjuangan mereka di lintasan, lapangan, dan arena olahraga masih sangat bergantung pada integritas pengelolaan anggaran. Bagi pemerintah daerah, inilah saatnya menunjukkan komitmen untuk membangun tata kelola olahraga yang bersih, transparan, dan berpihak pada pembinaan atlet.