MK Batalkan Kewajiban Tapera, Iuran Kini Bersifat Sukarela

Wed, 1 Oct 2025 00:17:31 Dilihat 135 kali Author gerbang nusantara
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

Jakarta –Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Putusan tersebut mengubah ketentuan Pasal 7 ayat (1) yang sebelumnya mewajibkan seluruh pekerja menjadi peserta Tapera, kini dimaknai sebagai pilihan sukarela. Dengan demikian, pekerja tidak lagi dipaksa untuk menyetor iuran bulanan.

Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan menyatakan, tabungan pada hakikatnya adalah bentuk simpanan yang bersumber dari kesadaran dan kemauan individu. Karena itu, menjadikan Tapera sebagai kewajiban yang mengikat seluruh pekerja bertentangan dengan prinsip dasar tabungan. MK menilai negara tidak bisa memaksakan iuran dalam bentuk tabungan wajib, sebab hal tersebut tidak sesuai dengan asas sukarela yang melekat pada konsep menabung.

Hakim Konstitusi Saldi Isra menambahkan, keberadaan Tapera dalam bentuk kewajiban justru menggeser tanggung jawab negara. Menurutnya, konstitusi telah menegaskan bahwa negara berkewajiban menjamin setiap warga negara dapat bertempat tinggal secara layak. Namun, kewajiban iuran Tapera membuat peran itu beralih seolah-olah negara hanya berfungsi sebagai pemungut iuran dari masyarakat.

Saldi menilai, pengalihan beban ini tidak sesuai dengan semangat UUD 1945. Ia menekankan, justru kelompok pekerja rentan yang paling terdampak dengan adanya kewajiban iuran tersebut. Bukannya mendapatkan perlindungan, mereka malah terbebani kewajiban baru yang mengurangi pendapatan bulanan. Padahal, tanggung jawab negara dalam hal perumahan seharusnya diupayakan melalui kebijakan anggaran dan program publik, bukan lewat pungutan wajib dari pekerja.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangannya juga mengungkapkan adanya potensi duplikasi iuran. Sebelumnya, pekerja sudah diwajibkan mengikuti berbagai skema jaminan sosial, seperti Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dengan adanya Tapera, pekerja kembali diwajibkan menyetor iuran, meskipun sebagian dari mereka sudah memiliki rumah sendiri. Hal ini menimbulkan beban ganda tanpa mempertimbangkan kondisi nyata para pekerja.

Enny menilai, pemungutan iuran wajib Tapera tidak memiliki keadilan karena berlaku merata tanpa pengecualian. Artinya, pekerja yang sudah memiliki rumah tetap dibebani iuran. Situasi ini bertolak belakang dengan prinsip proporsionalitas dalam hukum.

Putusan MK tersebut sekaligus menjawab keresahan publik yang muncul sejak pemerintah berencana memberlakukan kewajiban iuran Tapera bagi seluruh pekerja, baik di sektor formal maupun informal. Banyak kalangan pekerja menilai kebijakan tersebut memberatkan karena menambah potongan rutin dari gaji yang sudah terbatas.

Dengan perubahan makna kata “wajib” menjadi “dapat”, pekerja kini memiliki kebebasan untuk memilih. Mereka yang merasa membutuhkan fasilitas Tapera untuk perumahan dapat bergabung, sementara yang tidak merasa perlu tidak diwajibkan untuk ikut serta.

Secara hukum, putusan ini bersifat final dan mengikat. Artinya, pemerintah tidak memiliki ruang untuk mengajukan upaya hukum lain. Konsekuensinya, pemerintah perlu melakukan penyesuaian terhadap regulasi pelaksana, termasuk peraturan pemerintah dan kebijakan teknis yang sebelumnya mengatur Tapera sebagai kewajiban.

Keputusan MK ini juga memunculkan sejumlah implikasi. Pertama, program Tapera tetap bisa berjalan, tetapi dengan sifat sukarela. Kedua, beban iuran pekerja menjadi lebih ringan karena potongan bulanan yang sebelumnya diwajibkan kini tidak lagi otomatis berlaku. Ketiga, pemerintah harus mencari strategi baru untuk menjamin akses perumahan rakyat, sesuai mandat konstitusi.

Tapera awalnya digagas sebagai solusi untuk membantu pekerja memiliki rumah melalui skema tabungan jangka panjang. Iuran yang dikumpulkan dari pekerja dan pemberi kerja dimaksudkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan rumah dengan mekanisme pembiayaan yang berjangka panjang, mirip konsep dana bergulir. Namun, sejak awal keberadaannya menuai kritik karena dianggap membebani pekerja, terutama di sektor swasta yang sudah dikenai berbagai potongan lain.

Ke depan, pemerintah perlu mengkaji ulang efektivitas Tapera dalam wujud sukarela. Tantangan terbesar adalah bagaimana menarik minat pekerja agar tetap bersedia menjadi peserta, tanpa adanya kewajiban hukum. Jika partisipasi rendah, program Tapera berisiko tidak mencapai tujuan awalnya. Sebaliknya, jika dikelola secara transparan dan memberi manfaat nyata, Tapera masih berpeluang mendapat kepercayaan publik.

Dengan putusan ini, MK menegaskan kembali posisi negara sebagai penjamin hak dasar warga, termasuk hak atas perumahan. Alih-alih membebankan kewajiban tambahan, negara didorong untuk memperkuat kebijakan perumahan publik melalui subsidi, pembangunan rumah bersubsidi, maupun skema pembiayaan lain yang tidak memberatkan pekerja.

Baja Juga

News Feed

Melawan Hoaks di Era AI: Kolaborasi Jurnalis dan Teknologi untuk Memperkuat Literasi Digital

Mon, 6 Oct 2025 04:10

Oleh: Riga Fasya Dwi Jamaludin, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi digital yang pesat ibarat pedang bermata dua. Di satu…

Jurnalistic Expo: Tantangan dan Peluang Etika Jurnalistik di Era Digital

Mon, 6 Oct 2025 02:43

Oleh: Sisilia Rosadi, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi dan perubahan pola konsumsi media menuntut dunia jurnalistik di Indonesia beradaptasi…

Menjaga Integritas di Era Digital: Masa Depan Etika Jurnalistik Indonesia

Mon, 6 Oct 2025 02:28

Oleh: Kalyca Ninda Nf, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Di tengah derasnya arus transformasi digital dan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI),…

Masyarakat Kukar Keluhkan Tarif Tol Balikpapan–Samarinda: Harga Selangit, Kualitas Jalan Buruk

Mon, 6 Oct 2025 01:52

Kalimantan Timur –Sejumlah  warga Kaltim salah satunya warga Kutai Kartanegara, menyampaikan keluhan terkait kondisi Jalan Tol Balikpapan–Samarinda (Balsam) yang dinilai…

Jurnalisme Indonesia di Era Disrupsi: Kini dan Nanti

Sun, 5 Oct 2025 13:43

Oleh: Filza Hayuning Wafa, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta – Media jurnalistik Indonesia tengah menghadapi tantangan sekaligus peluang besar di…

Rudal KHAN Hadir di Tenggarong, Jamin Pertahanan Strategis IKN dan Kalimantan

Sun, 5 Oct 2025 11:01

Tenggarong —Sistem rudal balistik KHAN buatan Turki (Roketsan) resmi ditempatkan di Batalion Artileri Medan 18, Tenggarong, Kalimantan Timur. Kehadiran alutsista…

Mengawasi AI: Jurnalis Indonesia Bertransformasi Menjadi Operator dan Kurator Data

Sun, 5 Oct 2025 09:37

Oleh: Raden Muhammad Fajar Visandy, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tengah mengguncang dunia jurnalistik di…

Tantangan dan Arah Baru Media Jurnalistik Indonesia

Sun, 5 Oct 2025 06:59

Oleh: Maria Elisabeth Sitanggang, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta Perubahan besar tengah melanda dunia media seiring pesatnya perkembangan teknologi digital. Arus…

Masa Depan Jurnalistik di Tangan Generasi Muda

Sun, 5 Oct 2025 06:31

Oleh: Intan Nur Anwari, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta – Dunia media tengah mengalami perubahan besar di era digital. Semangat…

Menuju Krisis Kepercayaan Jurnalisme

Sun, 5 Oct 2025 05:14

Penulis: Muhammad Briyan Prama Irwansyah, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta –Di tengah derasnya arus penyebaran informasi digital, “kebenaran” jurnalistik di…

Berita Terbaru

Teknologi

Pendidikan

Visitor