Kutai Kartanegara – Program Beasiswa Kukar Idaman yang menjadi salah satu kebijakan unggulan pemerintah daerah kembali menjadi sorotan.
Pada 6 Agustus 2025, Pemkab Kukar mengumumkan adanya penyesuaian besaran beasiswa yang diterima ribuan pelajar dan mahasiswa.
Alasan resmi yang disampaikan, jumlah penerima yang lolos verifikasi melebihi kuota awal.
Dalam pengumuman itu disebutkan, dari kuota yang ditetapkan 1.348 orang, jumlah yang lolos mencapai 4.015 orang.
Perbedaan signifikan ini dinilai membebani kemampuan anggaran, sehingga besaran bantuan disesuaikan.
Pengumuman merujuk pada Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati No. 5 Tahun 2022, yang menyatakan bahwa jumlah penerima dan besaran beasiswa dapat disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Selain itu, Pasal 8 ayat (1) menyebutkan penerima ditetapkan melalui rapat pleno dan keputusan tersebut tidak dapat diganggu gugat.
Dari sudut pandang regulasi, keputusan ini memiliki legitimasi formal.
Namun, ketentuan “tidak dapat diganggu gugat” berpotensi mengurangi ruang koreksi jika terjadi kesalahan administratif atau data.
Implikasi Kebijakan
Pemotongan besaran beasiswa di tengah tahun berjalan membawa sejumlah konsekuensi:
1. Bagi penerima – Penerima beasiswa yang sudah merencanakan penggunaan dana sesuai nominal awal harus menyesuaikan kembali perhitungan keuangan pribadi. Ini berpotensi mengganggu pembayaran biaya kuliah, kegiatan akademik, atau biaya hidup.
2. Bagi pemerintah daerah – Keputusan ini menuntut komunikasi publik yang lebih terbuka untuk menjelaskan alasan, metode, dan perhitungan pemotongan. Tanpa itu, kebijakan yang sah secara hukum tetap dapat menimbulkan persepsi negatif.
3. Bagi persepsi publik – Penjelasan yang minim berpotensi memicu spekulasi dan mengaitkannya dengan isu-isu lain yang sedang berkembang, termasuk sorotan terhadap prioritas belanja pemerintah.
Sorotan terhadap Transparansi
Poin yang paling banyak dipertanyakan publik adalah metode penyesuaian.
Pengumuman tidak memuat detail apakah pemotongan dilakukan secara proporsional pada semua penerima, berdasarkan kategori pendidikan, atau prioritas kelompok tertentu.
Dalam praktik kebijakan publik, transparansi metode sangat penting agar penerima memahami logika di balik penyesuaian.
Tanpa itu, kebijakan berisiko dianggap tidak adil, meskipun dilaksanakan sesuai aturan.
Kaitan dengan Isu Prioritas Anggaran
Polemik ini muncul berdekatan dengan pemberitaan tentang aktivitas Wakil Bupati Kukar di luar daerah, yakni proyek pembangunan jalan di Bone, Sulawesi Selatan.
Belum ada konfirmasi resmi apakah proyek tersebut dibiayai APBD Kukar atau bukan.
Namun, kemunculan isu ini bersamaan dengan pengumuman pemotongan beasiswa memunculkan persepsi publik yang mempertanyakan prioritas penggunaan anggaran.
Analisis kebijakan publik menunjukkan bahwa persepsi bisa terbentuk bahkan sebelum ada bukti definitif.
Inilah mengapa pemerintah daerah perlu segera memberikan klarifikasi atas isu-isu yang berpotensi dikaitkan dengan kebijakan sensitif seperti beasiswa.
Peran Komunikasi Publik
Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan bahwa pengurangan atau penyesuaian bantuan sosial atau pendidikan paling rentan menimbulkan resistensi publik jika:
1. Dilakukan tanpa pemberitahuan dini.
2. Tidak disertai simulasi dan data terbuka yang mudah dipahami penerima.
3. Tidak ada saluran resmi untuk pertanyaan dan klarifikasi.
Dalam kasus Beasiswa Kukar Idaman 2025, pengumuman berfokus pada alasan dan dasar hukum, tetapi tidak menyertakan simulasi perhitungan atau informasi rinci alokasi anggaran. Ini menjadi ruang kosong yang diisi oleh opini dan spekulasi di media sosial.
Berpotensi Dipertimbangkan walaupun keputusan telah diambil Jika persoalan ini tidak ditangani dengan strategi komunikasi dan evaluasi kebijakan yang tepat, risiko jangka panjang
Keputusan pemotongan beasiswa Kukar Idaman 2025 memiliki landasan hukum yang jelas, tetapi lemah dalam aspek transparansi teknis dan komunikasi publik. Tanpa penjelasan detail tentang metode penyesuaian, ruang interpretasi publik terbuka lebar.
Isu prioritas anggaran yang mencuat di waktu bersamaan semakin memperkuat kebutuhan bagi pemerintah daerah untuk tidak hanya menjelaskan, tetapi juga menunjukkan data secara terbuka.
Kedepan, penetapan kuota, besaran bantuan, dan mekanisme penyesuaian idealnya dipublikasikan sejak awal proses seleksi, dengan simulasi jelas, agar potensi gejolak dapat diminimalkan.