Oleh: Sabrinna Az Zahra
Di era digital yang serba cepat dan penuh tantangan, etika jurnalistik di Indonesia menjadi isu yang semakin krusial. CEO Exceptainment, Res Ares, dalam acara Journalist Expo Day menegaskan bahwa kunci keberhasilan jurnalis saat ini adalah kemampuan untuk adaptif. Ia menyoroti bahwa pengalaman puluhan tahun dalam dunia jurnalistik tidak akan berarti jika jurnalis tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan zaman, terutama di tengah kemajuan kecerdasan buatan (AI) dan media sosial yang terus berkembang pesat.
Tantangan dalam Menjaga Etika Jurnalistik
Persaingan di dunia jurnalistik kini semakin ketat, dengan tuntutan untuk menyajikan konten yang cepat sekaligus akurat. Res Ares menekankan pentingnya validitas informasi dan penyajian berita yang berimbang, bukan hanya dari satu sisi pandang. Menurutnya, kualitas jauh lebih penting daripada kecepatan, sebab berita yang mungkin terbit lebih lambat namun berbobot tetap lebih bernilai dibandingkan berita cepat tetapi dangkal—fenomena yang kini sering terjadi di media sosial.
Dalam konteks ini, Kode Etik Jurnalistik Indonesia yang telah mengalami berbagai revisi sejak 1947 hingga versi terbaru oleh Dewan Pers (2006), tetap menjadi landasan utama bagi para jurnalis. Kode etik ini menegaskan pentingnya independensi, akurasi, keberimbangan, penolakan terhadap berita bohong atau fitnah, serta kewajiban memverifikasi informasi sebelum disebarkan. Namun, pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini masih kerap terjadi, terutama di tengah derasnya arus kebebasan pers dan perkembangan media digital.
Pengaruh Media Sosial dan Algoritma Digital
Media sosial kini memegang peranan besar dalam membentuk persepsi publik dan menentukan arah konsumsi informasi. Namun, kecepatan penyebaran berita di platform ini sering kali mengorbankan proses verifikasi dan akurasi. Akibatnya, muncul hoaks dan misinformasi yang dapat merusak kredibilitas jurnalisme profesional.
Selain itu, algoritma platform digital cenderung memprioritaskan konten yang cepat viral dibandingkan yang bermuatan substansi. Hal ini mendorong sebagian media untuk menghadirkan konten sensasional demi mengejar klik dan engagement, yang pada akhirnya menantang prinsip etika kewartawanan.
Peluang dan Arah Etika Jurnalistik ke Depan
Meski menghadapi banyak tantangan, era digital juga membuka peluang bagi penguatan etika jurnalistik melalui pemanfaatan teknologi. Penggunaan alat verifikasi fakta digital, penerapan jurnalisme data, serta penyusunan pedoman etika baru menjadi langkah penting untuk menjaga akurasi dan transparansi dalam pelaporan.
Selain itu, edukasi dan pelatihan jurnalis terkait etika digital menjadi kebutuhan mendesak agar integritas dan profesionalisme tetap terjaga. Kode etik yang disusun bersama oleh berbagai organisasi pers diharapkan terus berkembang seiring perubahan zaman, agar jurnalis tetap berpegang pada nilai kejujuran, kebenaran, dan tanggung jawab sosial.
Kesimpulan
Adaptasi jurnalis terhadap perkembangan teknologi dan media sosial merupakan kunci dalam menjaga etika jurnalistik di Indonesia. Validitas informasi, keakuratan, keseimbangan, dan tanggung jawab sosial harus menjadi prioritas utama, meski di tengah persaingan konten yang cepat dan masif.
Media sosial serta algoritma digital memang membawa tantangan besar, tetapi juga peluang untuk memperkuat integritas jurnalisme. Karena pada akhirnya, sebagaimana diingatkan oleh Res Ares, “Secepat apa pun perkembangan teknologi dan media, kejujuran dan nilai moral tetap menjadi fondasi utama yang tidak boleh ditinggalkan oleh jurnalis.”