Penulis: Intan Nur Anwari, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Natasya, siswa kelas 12 yang sejak kelas 10 sudah menargetkan untuk masuk ke universitas negeri favorit. Ia belajar keras, ikut bimbingan intensif, dan mengikuti hampir semua jalur masuk, SNBP, SNBT, hingga seleksi mandiri di beberapa universitas. Namun, tak satu pun hasilnya berpihak padanya. Ia gagal di semua jalur.
Saat pengumuman terakhir keluar, Natasya hanya menatap layar ponsel sambil tertawa kecil, tawa getir yang menutupi kekecewaan yang dalam. Dunia seakan berhenti. Ia merasa tak ada masa depan bagi orang yang tak berhasil menembus perguruan tinggi negeri (PTN). Ia menyalahkan dirinya sendiri, merasa tidak cukup pintar, bahkan mulai membenci usaha-usahanya yang “sia-sia”.
Tapi hidup tak selalu mengikuti rencana. Beberapa bulan kemudian, Natasya justru menemukan jalan tak terduga. Ia diterima di salah satu universitas, mengambil kuliah malam. Siang harinya, ia bekerja sebagai konsultan di salah satu perusahaan, memanfaatkan kemampuannya di bidang akuntansi. Kini, dua tahun kemudian, ia sudah memiliki jabatan yang cukup tinggi, punya penghasilan tetap, dan justru menabung lebih cepat dari teman-temannya yang kuliah reguler.
Kisah Natasya bukanlah satu-satunya. Di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi kampus negeri, kegagalan masuk PTN sering kali dianggap sebagai akhir dari segalanya. Padahal, kegagalan hanyalah satu bagian dari perjalanan panjang yang tak selalu harus lurus dan sempurna.
Berpikir positif bukan berarti menyangkal kenyataan pahit. Sebaliknya, ia adalah kemampuan untuk melihat jatuh sebagai kesempatan menilai ulang langkah, memperbaiki strategi, dan dengan mencoba cara baru. Di titik balik muncul, bukan dari kepastian, tapi dari pencahayaan yang menghadap ke kepala tegak.
Dikutip dari OCBC.id, menurut penelitian Harvard Business Review, sebagian besar pengusaha memiliki kecerdasan spiritual lebih tinggi daripada orang kebanyakan. Oleh karena itu, selain berusaha dan bekerja sekeras mungkin, jangan lupa selalu berdoa pada Tuhan agar proses pencapaian usaha Anda semakin lancar.
Sayangnya, budaya kita cenderung memuji hasil, bukan proses. Anak yang menang lomba langsung dielu-elukan, namun anak yang kalah jarang sekali diberi tepukan atas keberaniannya mencoba. Padahal, justru keberanian untuk terus mencoba setelah gagal adalah kekuatan utama yang membentuk kesuksesan sejati.
Berpikir Positif, Bukan Toxic Positif
Tidak semua bentuk berpikir positif itu sehat. Kita harus membedakan antara berpikir positif yang realistis dan toxic positivity yang memaksa seseorang untuk selalu bahagia meski sedang hancur. Dalam konteks kegagalan, berpikir positif berarti menerima kenyataan tanpa menghakimi diri, lalu menyusun langkah-langkah baru secara sadar dan terukur.
Berikut adalah cara berpikir positif yang dapat membantu bangkit:
- Akui perasaan, bukan ditutup-tutupi.
- Refleksi, bukan menyalahkan diri sendiri.
- Fokus pada proses.
- Mencari dukungan dan pendapat dari orang yang tepat.
- Mulai lagi dengan perlahan.
Masyarakat Butuh Narasi Baru tentang Gagal
Dalam dunia pendidikan, media sosial, bahkan lingkungan kerja, narasi tentang kegagalan perlu diubah. Alih-alih memuja kesempurnaan, kita ingin membangun budaya yang menikmati proses. Bahwa orang yang jatuh lalu bangkit tidak lebih rendah dari mereka yang langsung melesat.
Apalagi di era informasi seperti sekarang, jalan menuju sukses tidak lagi tunggal. Tidak harus lewat PTN, tidak harus punya IPK sempurna, tidak harus lurus. Yang dibutuhkan adalah kegigihan, kemauan belajar, dan ketangguhan menghadapi kenyataan.
Kegagalan adalah guru yang tak mengenal basa-basi. Ia mengajarkan kita banyak hal yang tak tertulis di buku, mulai dari cara menerima diri, menyusun ulang harapan, hingga menemukan jati diri yang lebih tangguh.
Jadi, jika kamu sedang berada di titik jatuh seperti Natasya dulu, ketenangan, kamu bukan satu-satunya. Dan yang lebih penting, itu bukan akhir. Bisa jadi, itulah awal dari babak hidup yang lebih berwarna.
Dikutip dari idntimes.com, Winston S. Churchill berkata,
“Keberhasilan bukanlah akhir, kegagalan bukanlah hal yang fatal: keberanian untuk terus maju adalah yang terpenting.” — Winston S. Churchill
Artinya, “Kesuksesan itu bukan akhir, kegagalan itu bukan hal yang fatal: Namun, keberanian untuk melanjutkan adalah yang diperhitungkan.” – Winston S. Churchill.