Kebebasan Bersuara Terancam: Penangkapan Mahasiswa di Samarinda dan Ancaman Demokrasi

Tue, 23 Sep 2025 09:19:50 Dilihat 199 kali Author gerbang nusantara
IMG-20250923-WA0031

Penulis: Suci Andriani, Mahasiswi Fisip Universitas Mulawarman

Samarinda –Rencana aksi mahasiswa pada 1 September lalu di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur menyisakan pertanyaan besar tentang nasib kebebasan berpendapat di Indonesia. Bukannya turun ke jalan menyuarakan aspirasi, 22 mahasiswa justru diamankan polisi sehari sebelumnya.

Penangkapan berlangsung di Kampus FKIP Universitas Mulawarman, Minggu (31/8) tengah malam. Dari hasil penggerebekan, aparat menyita 27 botol bom molotov, jeriken berisi bahan bakar, serta kain perca yang diduga disiapkan untuk unjuk rasa. Polisi menetapkan empat mahasiswa sebagai tersangka, sementara 18 lainnya dipulangkan usai pemeriksaan.

Namun, versi aparat ini menuai kritik. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda menilai proses hukum penuh kejanggalan. Mereka mempertanyakan transparansi asal-usul barang bukti serta menuding aparat melakukan kekerasan terhadap salah satu pengacara publik mereka yang mendokumentasikan aksi. Jaket robek, wajah lecet, hingga punggung memar menjadi bukti dugaan represif.

Di sisi lain, Wali Kota Samarinda Andi Harun justru mengapresiasi langkah cepat Polresta Samarinda. Ia menyebut keberhasilan aparat sebagai upaya menyelamatkan masyarakat dari ancaman keselamatan. Menurutnya, kasus ini harus dipisahkan antara tindak pidana dan penyampaian aspirasi. Kritik mahasiswa adalah hal wajar, namun tindakan yang berpotensi mengancam keamanan publik tidak bisa ditoleransi.

Pernyataan ini menegaskan bahwa secara konsep, aspirasi dan tindak pidana adalah dua hal berbeda. Namun, batas keduanya kerap kabur dalam praktik. Tanpa transparansi bukti dan proses hukum yang adil, tuduhan pidana bisa berubah menjadi legitimasi untuk membungkam kritik. Di titik inilah publik menaruh kecurigaan: apakah negara benar-benar menjaga keselamatan, atau justru menggunakan alasan keamanan untuk meredam suara mahasiswa?

Teori civil society dari Alexis de Tocqueville menekankan pentingnya ruang bebas bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi tanpa intervensi negara. Habermas melalui gagasan ruang publik menegaskan bahwa kebebasan berpendapat menjadi syarat lahirnya deliberasi rasional antara warga dan negara. Sementara itu, Antonio Gramsci melihat pembatasan suara masyarakat sipil sebagai bentuk hegemoni yang sengaja dipertahankan negara agar wacana alternatif tidak tumbuh.

Jika teori-teori itu disandingkan dengan kasus di Samarinda, terlihat jelas adanya kontradiksi. Negara menjanjikan kebebasan, tetapi pada saat yang sama masih mempraktikkan pembatasan. Mahasiswa, yang seharusnya berperan memperluas ruang demokrasi, justru berhadapan dengan risiko penangkapan.
Dalam perspektif Negara dan Masyarakat, kondisi ini mencerminkan relasi yang timpang. Negara kerap menempatkan dirinya sebagai pengendali penuh, sementara masyarakat sipil yang seharusnya bebas mengontrol kekuasaan justru dibatasi. Moral gerakan mahasiswa hadir sebagai benteng terakhir, mengingatkan bahwa kebebasan tidak boleh sekadar jargon, melainkan harus nyata dirasakan warga.

Kasus Samarinda akhirnya menegaskan bahwa demokrasi bukan hanya soal janji di atas kertas. Hak bersuara yang dijamin konstitusi harus benar-benar hadir di ruang nyata, bukan sekadar slogan. Kini, bola ada di tangan negara: apakah memilih jalan transparansi dan perlindungan hak warga, atau terus mempertahankan pola represif yang hanya akan meruntuhkan kepercayaan publik.

Satu hal pasti, suara masyarakat sipil: termasuk mahasiswa, adalah denyut nadi demokrasi. Membungkam mereka sama saja dengan melemahkan demokrasi itu sendiri.

Baja Juga

News Feed

Melawan Hoaks di Era AI: Kolaborasi Jurnalis dan Teknologi untuk Memperkuat Literasi Digital

Mon, 6 Oct 2025 04:10

Oleh: Riga Fasya Dwi Jamaludin, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi digital yang pesat ibarat pedang bermata dua. Di satu…

Jurnalistic Expo: Tantangan dan Peluang Etika Jurnalistik di Era Digital

Mon, 6 Oct 2025 02:43

Oleh: Sisilia Rosadi, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi dan perubahan pola konsumsi media menuntut dunia jurnalistik di Indonesia beradaptasi…

Menjaga Integritas di Era Digital: Masa Depan Etika Jurnalistik Indonesia

Mon, 6 Oct 2025 02:28

Oleh: Kalyca Ninda Nf, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Di tengah derasnya arus transformasi digital dan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI),…

Masyarakat Kukar Keluhkan Tarif Tol Balikpapan–Samarinda: Harga Selangit, Kualitas Jalan Buruk

Mon, 6 Oct 2025 01:52

Kalimantan Timur –Sejumlah  warga Kaltim salah satunya warga Kutai Kartanegara, menyampaikan keluhan terkait kondisi Jalan Tol Balikpapan–Samarinda (Balsam) yang dinilai…

Jurnalisme Indonesia di Era Disrupsi: Kini dan Nanti

Sun, 5 Oct 2025 13:43

Oleh: Filza Hayuning Wafa, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta – Media jurnalistik Indonesia tengah menghadapi tantangan sekaligus peluang besar di…

Rudal KHAN Hadir di Tenggarong, Jamin Pertahanan Strategis IKN dan Kalimantan

Sun, 5 Oct 2025 11:01

Tenggarong —Sistem rudal balistik KHAN buatan Turki (Roketsan) resmi ditempatkan di Batalion Artileri Medan 18, Tenggarong, Kalimantan Timur. Kehadiran alutsista…

Mengawasi AI: Jurnalis Indonesia Bertransformasi Menjadi Operator dan Kurator Data

Sun, 5 Oct 2025 09:37

Oleh: Raden Muhammad Fajar Visandy, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tengah mengguncang dunia jurnalistik di…

Tantangan dan Arah Baru Media Jurnalistik Indonesia

Sun, 5 Oct 2025 06:59

Oleh: Maria Elisabeth Sitanggang, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta Perubahan besar tengah melanda dunia media seiring pesatnya perkembangan teknologi digital. Arus…

Masa Depan Jurnalistik di Tangan Generasi Muda

Sun, 5 Oct 2025 06:31

Oleh: Intan Nur Anwari, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta – Dunia media tengah mengalami perubahan besar di era digital. Semangat…

Menuju Krisis Kepercayaan Jurnalisme

Sun, 5 Oct 2025 05:14

Penulis: Muhammad Briyan Prama Irwansyah, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta –Di tengah derasnya arus penyebaran informasi digital, “kebenaran” jurnalistik di…

Berita Terbaru

Teknologi

Pendidikan

Visitor