Oleh: Hasna Khalishta Afza, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Perkembangan media jurnalistik di Indonesia kini berjalan lebih cepat dibanding dekade sebelumnya. Pergeseran besar ini dipicu oleh digitalisasi, platform media sosial, serta hadirnya kecerdasan buatan (AI) yang mengubah cara produksi dan konsumsi berita. Audiens tidak lagi sekadar pembaca pasif, melainkan juga kreator sekaligus penyebar informasi. Fenomena ini juga terasa di kalangan mahasiswa, termasuk di Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), di mana media kampus dan kegiatan jurnalistik mahasiswa mulai bertransformasi mengikuti tren industri.
Kegiatan seperti PBL Expo dan Kuliah Umum Jurnalistik menjadi bukti bahwa kampus berupaya membekali mahasiswa dengan keterampilan relevan, tidak hanya dalam menulis berita, tetapi juga dalam memahami isu etika, inovasi media, hingga bisnis kreatif.
1. Situasi Kini
Media Nasional
Portal berita online terus mendominasi, sementara media cetak kian ditinggalkan. Model bisnis berbasis iklan digital membuat sebagian media tergoda pada judul sensasional (clickbait). AI mulai digunakan dalam penulisan laporan berbasis data, namun belum bisa menggantikan peran jurnalis manusia sepenuhnya.
Media Kampus
Di PNJ dan kampus lain, media mahasiswa kini tidak hanya berbentuk buletin cetak, tetapi juga merambah ke Instagram, TikTok, hingga podcast. Mahasiswa jurnalistik dituntut untuk menguasai lebih dari sekadar teknik menulis straight news, tetapi juga desain grafis, editing video, dan manajemen media sosial. Tantangan yang dihadapi antara lain keterbatasan sumber daya, kurangnya pelatihan digital, serta minimnya literasi etika digital di kalangan mahasiswa.
2. Prediksi ke Depan
Produksi berita di Indonesia diperkirakan akan semakin terintegrasi dengan teknologi otomatisasi. AI akan banyak digunakan untuk menulis berita rutin seperti laporan keuangan atau hasil pertandingan, sementara jurnalis manusia tetap dibutuhkan untuk liputan investigasi, analisis, dan feature yang memerlukan kedalaman.
Dari sisi model bisnis, media nasional diprediksi akan meninggalkan ketergantungan pada iklan digital semata. Sistem langganan (subscription), donasi pembaca, hingga kolaborasi dengan berbagai pihak akan menjadi pilihan. Media kampus pun dapat meniru pola ini dalam skala kecil, misalnya melalui kerjasama dengan unit kegiatan mahasiswa lain atau dukungan sponsor internal.
Perilaku audiens juga akan semakin aktif, tidak hanya sebagai pembaca, tetapi juga komentator, pengkritik, sekaligus penyebar informasi. Di ranah kampus, mahasiswa lebih menyukai konten interaktif, seperti polling di media sosial, reels singkat, hingga podcast yang bisa dinikmati sambil beraktivitas. Karena itu, media kampus perlu menyesuaikan diri dengan pola konsumsi audiens yang dinamis.
Selain itu, regulasi mengenai pers digital dan pemanfaatan AI diperkirakan akan semakin ketat. Hal ini penting agar praktik jurnalistik tidak kehilangan nilai etis dan akurasi. Mahasiswa jurnalistik sejak dini perlu dibekali pemahaman tentang etika digital dan fact-checking agar tidak terjebak dalam tren clickbait semata.
3. Dampak Bagi Mahasiswa Jurnalistik PNJ
Perubahan ini membawa peluang sekaligus tantangan. Dari sisi peluang, mahasiswa dapat memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan konten lebih cepat, membangun personal branding sebagai jurnalis muda, hingga berlatih menggunakan berbagai platform digital. Namun, tantangannya juga besar: tekanan untuk selalu cepat dapat menurunkan kualitas berita, dan ketergantungan pada AI berisiko menurunkan kemampuan dasar jurnalistik seperti wawancara, riset, dan analisis.
Solusi yang bisa ditempuh antara lain memperkuat kurikulum digital journalism di PNJ, menyediakan laboratorium media sebagai ruang praktik nyata, serta menjalin kemitraan dengan media nasional agar mahasiswa terbiasa menghadapi standar industri.
4. Kesimpulan
Masa depan media jurnalistik Indonesia tidak bisa dilepaskan dari digitalisasi, AI, dan perubahan perilaku audiens. Namun, aspek etika, analisis mendalam, serta kemampuan manusia menggali fakta tetap menjadi penentu kualitas media.
Bagi mahasiswa PNJ, prediksi ini bukan sekadar wacana, melainkan tantangan nyata. Media kampus harus berani berinovasi, bukan hanya mengikuti tren, tetapi juga menegaskan peran jurnalisme sebagai penjaga kebenaran. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya menjadi konsumen teknologi, melainkan juga produsen ide dan inovasi jurnalistik yang memberi warna pada masa depan media di Indonesia.