Nasib Kebenaran Jurnalisme di Tengah Orkestrasi Fakta

Sun, 5 Oct 2025 02:50:54 Dilihat 24 kali Author gerbang nusantara
IMG_0322

Oleh: Laura Diandra Salzabilla, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta

Masifnya pergerakan buzzer pasca Pemilu 2024 mengubah wajah ruang publik digital di Indonesia. Tidak hanya mengarahkan opini politik, mereka kini berperan besar dalam mengaburkan batas antara propaganda dan jurnalisme.

Setiap isu politik yang muncul di media sosial seperti X, TikTok, dan Instagram dengan cepat berubah menjadi medan tempur narasi yang dikuasai oleh pasukan buzzer. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat sekitar 92% kebisingan di ruang digital Indonesia berasal dari aktivitas buzzer.

Fenomena ini bukan sekadar perang opini, melainkan membentuk lanskap baru di mana publik sulit membedakan informasi yang diverifikasi dengan propaganda yang sengaja dirancang untuk mengarahkan persepsi.

Penelitian Propaganda Buzzer Politik pada Pemilihan Presiden 2024 (Husein, 2024) menemukan bahwa jaringan buzzer menggunakan konten visual dan bahasa emosional untuk membangun kedekatan dengan pemilih muda, sekaligus melemahkan kepercayaan terhadap media arus utama.

Husein juga menegaskan, buzzer kini bukan lagi sekadar alat kampanye, melainkan pabrik narasi yang menentukan apa yang dianggap benar dan salah. Dalam situasi ini, media massa yang selama ini menjadi penentu kebenaran publik justru dipaksa beradaptasi agar tidak tertinggal oleh kecepatan algoritma.

“Gemoy” dan Bias Pemberitaan

Kampanye politik 2024 menjadi titik balik profesionalisasi jaringan buzzer. Mereka bekerja secara terstruktur layaknya agensi komunikasi politik dengan tim konten, analis data, hingga pengendali narasi.

Salah satu contohnya adalah kampanye citra “Prabowo Gemoy” yang viral di berbagai platform media sosial. Menurut riset Fenomena Buzzer Politik Prabowo di Media Sosial dan Dampaknya terhadap Legitimasi Media Pers (Apriyanto, 2025), narasi ini sukses membentuk citra politik yang ramah dan lucu, sekaligus menutupi isu-isu kontroversial.

Strategi tersebut efektif karena menyentuh sisi emosional generasi muda, bukan pada rasionalitas politik. Di sisi lain, media arus utama menghadapi dilema. Beberapa redaksi mengakui adanya tekanan internal untuk menyesuaikan diri dengan tren buzzer demi menjaga trafik pembaca.

Situasi ini menciptakan “krisis kecepatan”, di mana jurnalis dipaksa berlomba dengan algoritma. Ketika verifikasi fakta memakan waktu, narasi buzzer sudah lebih dulu membentuk persepsi publik yang mengakar. Akibatnya, fakta perlahan tak berdaya.

Kebenaran Akan Semakin “Relatif”

Pergerakan buzzer yang masif pasca Pemilu 2024 menunjukkan arah yang mengkhawatirkan. Dalam lima tahun ke depan, pengamat memperkirakan tiga pola besar yang akan menguat:

1. Profesionalisasi jaringan buzzer akan semakin menjamur, bekerja layaknya konsultan politik digital dengan anggaran khusus, pendekatan data analytics, serta konten otomatis berbasis AI.

2. Saturasi algoritmik membuat publik lebih sering terekspos pada informasi emosional ketimbang berita faktual. Teknologi seperti deepfake, bot otomatis, dan konten berulang akan memperbanyak kebenaran alternatif yang sulit diverifikasi.

3. Krisis kepercayaan terhadap media akan semakin parah jika redaksi tidak memperkuat transparansi dan independensi. Masyarakat cenderung mencari informasi sesuai pandangan pribadi, bukan dari media kredibel. Hal ini berpotensi membentuk gelembung kebenaran yang saling bertabrakan di ruang digital.

Meski demikian, masih ada harapan. Inisiatif seperti CekFakta.com, Project Multatuli, dan berbagai kolaborasi lintas media berupaya mengembalikan makna jurnalisme sebagai kerja pengetahuan, bukan sekadar reaksi terhadap tren algoritma.

Kebenaran Terancam Dijual

Namun, derasnya arus buzzer telah mengaburkan batas antara jurnalisme, hiburan, dan propaganda. Saat narasi viral lebih dipercaya daripada fakta terverifikasi, demokrasi kehilangan fondasinya.

Jika media tidak segera beradaptasi, kebenaran berisiko menjadi komoditas yang dijual kepada pihak yang mampu membeli suara terbanyak. Publik perlahan akan kehilangan arah pada kenyataan.

Media tak lagi menjadi penunjuk jalan, dan kebenaran berubah menjadi gema yang direkayasa. Di tengah kekacauan itu, orkestrasi suara yang menyerupai fakta akan terus dimainkan merdu, menipu, dan nyaris tak terbantahkan.

Baja Juga

News Feed

Rudal KHAN Hadir di Tenggarong, Jamin Pertahanan Strategis IKN dan Kalimantan

Sun, 5 Oct 2025 11:01

Tenggarong —Sistem rudal balistik KHAN buatan Turki (Roketsan) resmi ditempatkan di Batalion Artileri Medan 18, Tenggarong, Kalimantan Timur. Kehadiran alutsista…

Mengawasi AI: Jurnalis Indonesia Bertransformasi Menjadi Operator dan Kurator Data

Sun, 5 Oct 2025 09:37

Oleh: Raden Muhammad Fajar Visandy, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tengah mengguncang dunia jurnalistik di…

Tantangan dan Arah Baru Media Jurnalistik Indonesia

Sun, 5 Oct 2025 06:59

Oleh: Maria Elisabeth Sitanggang, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta Perubahan besar tengah melanda dunia media seiring pesatnya perkembangan teknologi digital. Arus…

Masa Depan Jurnalistik di Tangan Generasi Muda

Sun, 5 Oct 2025 06:31

Oleh: Intan Nur Anwari, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta – Dunia media tengah mengalami perubahan besar di era digital. Semangat…

Menuju Krisis Kepercayaan Jurnalisme

Sun, 5 Oct 2025 05:14

Penulis: Muhammad Briyan Prama Irwansyah, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jakarta –Di tengah derasnya arus penyebaran informasi digital, “kebenaran” jurnalistik di…

Mencari Arah Kebenaran di Tengah Perubahan Wajah Jurnalisme

Sun, 5 Oct 2025 03:53

Penulis: Gustina Nurma Larasati, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Kebenaran jurnalistik di Indonesia kini sedang diuji dalam situasi yang belum pernah…

Masa Depan Jurnalisme Indonesia: Antara Teknologi, Etika, dan Kepercayaan Publik

Sun, 5 Oct 2025 03:42

Penulis: Salma, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan media jurnalistik di Indonesia terus mengalami perubahan signifikan dalam dua dekade terakhir. Dari…

Media Jurnalistik Indonesia: Dari Ruang Redaksi ke Ruang Digital

Sun, 5 Oct 2025 03:04

Oleh: Hasna Khalishta Afza, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Perkembangan media jurnalistik di Indonesia kini berjalan lebih cepat dibanding dekade sebelumnya….

Nasib Kebenaran Jurnalisme di Tengah Orkestrasi Fakta

Sun, 5 Oct 2025 02:50

Oleh: Laura Diandra Salzabilla, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Masifnya pergerakan buzzer pasca Pemilu 2024 mengubah wajah ruang publik digital di…

Kebenaran Jurnalistik di Persimpangan Jalan: Melawan Disinformasi dan Menjaga Integritas Media Indonesia

Sun, 5 Oct 2025 02:10

Penulis: Najma Khaila, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Dunia jurnalistik di Indonesia saat ini berada di persimpangan yang krusial. Di satu…

Berita Terbaru

Teknologi

Pendidikan

Visitor