Penulis: Muhammad Farras Azmi, Mahasiswa Universitas Mulawarman
Kondisi IHSG Pasca Reshuffle
Tertanda pada tanggal 8 September 2025, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani telah digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa yang dahulu merupakan ketua LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Terjadinya pergantian ini disinyalir karena Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto ingin melonggarkan aturan fiskal dan memberi tekanan lebih besar pada bank sentral untuk mendukung program pemerintah. Dengan adanya tekanan tersebut, maka diharapkan oleh Prabowo Subianto agar program Kabinet Merah Putih dapat dilaksanakan lebih maksimal. Namun, yang terjadi pasca pengangkatan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk menggantikan Sri Mulyani di Kabinet Merah Putih, masyarakat serta investor asing masih meragukan bagaimana sepak terjang yang akan dilakukan oleh Purbaya. Tertanda pada tanggal 9 September 2025, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) mulai mengalami penurunan sekitar 1,3%, namun nilai rupiah justru menguat sebesar 0,7%. Penurunan indeks tersebut sangat memukul pada sektor perbankan yang bergantung terhadap dinamika saham. Penurunan ini bukan hanya terjadi dikarenakan para investor asing masih meragukan bagaimana dinamika kebijakan yang diambil oleh Purbaya nanti, namun juga pada awal pekan bulan September ini, para investor asing telah melakukan aksi jual saham yang mencapai Rp. 526,17 miliar. Tetapi, pada tanggal 12 September 2025, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) mengalami kenaikan sekitar 1,04% dengan rincian 375 saham mengalami kenaikan, 237 mengalami penurunan, dan 191 tidak mengalami pergerakan. Untuk sektor yang sangat terdampak dengan kenaikan tersebut terdapat pada sektor teknologi, barang baku, dan energi terbarukan.
Suntikan Dana 200 Triliun
Belum sampai disitu saja, Menteri Keuangan Republik Indonesia Purbaya Yudhi Sadewa juga melakukan penyuntikan dana sebesar Rp. 200 triliun kepada bank-bank nasional seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) , Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Mandiri, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan tujuan memaksimalkan penyaluran kredit sehingga sektor swasta tidak mengalami kerugian dan dapat terus berkembang. Dana Rp. 200 Triliun tersebut didapatkan oleh Purbaya Yudhi Sadewa melalui Simpanan Anggaran Lebih (SAL) dan Simpanan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA) dengan total Rp. 425 Triliun yang berada di dalam rekening pemerintah. Dengan izin dari Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Purbaya Yudhi Sadewa mengambil Rp. 200 triliun dari Rp. 425 triliun agar dapat dimanfaatkan oleh bank-bank yang sudah disuntikan dana tersebut untuk penambahan likuiditas serta tidak untuk disimpan di dalam Sekuritas Rupiah Bank Indonesia-Surat Berharga Negara (SRBI-SBN) sehingga dapat memaksa para bank-bank agar dapat menggunakannya untuk menggerakkan ekonomi di masyarakat terutama sektor swasta.
Purbaya Effect
Dari sepak terjang yang telah dilakukan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia yang baru yaitu Purbaya Yudhi Sadewa, banyak masyarakat menuturkan tentang ‘Purbaya Effect’. Tuturan tersebut bukan tanpa alasan karena masyarakat telah memandang skeptis bagaimana seseorang yang baru menjabat dengan gaya koboi dapat mengubah kondisi fiskal dan moneter Indonesia menjadu lebih baik tanpa harus menaikkan atau menambahkan beban pajak kepada masyarakat. Hal ini berbeda dengan Menteri Keuangan Republik Indonesia sebelumnya yang lebih berhati-hati terhadap argumentasi dan arah kebijakannya agar tidak terjadi blunder dalam menjalankan Program Asta Cita milik Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Namun, dalam kehati-hatiannya, Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia sebelumnya) justru banyak membebankan penambahan pendapatan dan stabilitas moneter melalui pemungutan pajak kepada masyarakat yang dianggap terlalu banyak. Berbeda dengan Menteri Keuangan saat ini yaitu Purbaya Yudhi Sadewa yang lebih berfokus kepada pengambilan keputusannya yang lebih berani tanpa harus menambah beban baru kepada masyarakat. Tentu hal ini disambut baik oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto karena dapat memaksimalkan dana yang tersimpan untuk digunakan dalam program Asta Cita. Di sisi lain masyarakat juga ikut senang karena tidak mendapatkan beban pajak baru serta bagi pihak investor asing yang sudah memahami arah gerak Purbaya Yudhi Sadewa dalam kebijakan fiskalnya tentu akan lebih tenang ketika berinvestasi ke dalam saham-saham perusahaan Indonesia. Itulah mengapa masyarakat menunggu keajaiban selanjutnya dari ‘Purbaya Effect’ dari seorang Purbaya Yudhi Sadewa selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia yang baru.